Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

52 MR: 8. Sekolah

Dokter penanggungjawab isipku, saat evaluasi, memotivasi kami untuk sekolah lagi. Kurang lebih mengatakan, "ya beginilah kalau jadi dokter umum di rumah sakit daerah. Kamu kerja di igd, kalau malam plus bertanggungjawab seluruh bangsal. Gak enak kan? Makanya sekolah lagi, atau kau menjajaki ke kursi direktur," Yap. Aku yang masih isip pun merasa begitu. Keadaan dua bulan ini saja sudah mulai memicu keinginanku untuk lanjut sekolah, apakah itu klinisi atau bukan. Padahal, saat koas, aku sempet berpikiran untuk, "ah yaudah jadi dokter umum aja." Rasanya depresi mau sekolah lagi (bukan berhenti menuntut ilmu, ya, sebab belajar kan gak harus dari sekolah). Kalau sekolah lagi, aku harus mengulang rutinitas kepaniteraanku dengan durasi yang lebih lama dan tekanan yang lebih besar pastinya. Apalagi usiaku semakin bertambah angkanya yang berarti permasalahan hidup dan kehidupan akan mulai bergeser. Jadi ingat waktu sked dan koas dulu, berkali-kali aku dan teman-teman b

52 MR: 7. Dari Mata

Dulu sebelum berangkat, aku berniat ganti image .  Ceritanya mau pencitraan.  Tapi pada akhirnya, tetep aja gagal. Salah satunya, masih aja pendiam.  Jujur, aku gak bisa seheboh teman-teman insip yang lain, yang bisa sksd sama mbak mas perawat ataupun dokter ataupun temen-temen insip lain. Sama temen-temen okelah.. Tapi sama mas mbak perawat apalagi sama dokter def ataupun spesialis, sungkan banget.  Sampai ada 2 perawat yang kayanya tuh bete gitu kalau aku tanyain. Pernah 1 perawatnya ngegas ngomongnya padahal aku gak tau apa-apa... Tapi semoga itu cuma prasangka aja dan mungkin karena banyak pipikiran dan gawean. Hingga kemudian aku masuk poli mata. Kata temen-temen dokternya diem tok. Kalau udah beres, nanya: ada yang mau ditanya? Kalau gak ada yaudah beres. Bahkan perawat poli nya pun sungkan banget ngobrol sama dokternya disaat perawat-perawat yang lainnya kalau ngobrol sama dokter pjp wiiih bisa sampai gosip. Daan benar saja.  Poli nya berjalan seperti biasa. Dokternya b

52 MR: 6. Rasa Pulang

Minggu yang paling ditunggu-tunggu pun tiba.  Minggu yang sudah dinanti-nantikan sejak awal kemari.  Sudah pesan tiket dari jauh-jauh hari. Tiket pulang.  Terbayang apa yang akan saya lakukan mulai dari bangun tidur di hari keberangkatan saya, lalu apa-apa yang akan saya lakukan di tanah penuh magnet rindu, siapa-siapa yang ingin saya temui.. Dan qadarullah.. Kepulangan saya ke Bandung bertepatan dengan pelantikan pm sehingga saya tidak ripuh-ripuh beli tiket, tidak rusuh-rusuh menyiapkan logistik dan perbekalan, tidak repot-repot tukar-tukar jadwal lagi, walaupun jadinya mengorbankan we time dengan keluarga sebab kakak lagi pulang disaat saya harus naik. Dan kemudian.. Sampailah pada hari ketika saya harus pergi lagi ke tanah bekas pusat kekuasaan majapahit.  Satu hal yang saya sadari adalah rasa rindu pulang setelah sekian lama (yang padahal baru sebentar)  merantau. Perasaan itu.. Adakah saya pun rindu kembali pada Rabb setelah 22 tahun lebih merantau di dunia? Mengapa