Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

The Sixth S

Akhirnya hari itu pun sudah terlewati, dan tinggal dua kali S lagi setidaknya kami lega bahwa kami sudah berhasil hidup bertahan di hutan :') .lebay. Belum tau aja dalamnya samudra Hindia dan Pasifik yang kemudian harus kami lewati, tekanannya tinggi banget. S keenam ini keliahatan banget begonya saya didepan dokter penguji. Ya gimana engga, kalau alhamdulillah saya dapet case yang saya lepas. Terharu pake banget sambil dalam hatinya meringis menangis.  Awalnya udah punya feeling bakal dapet case itu karena dari pengalaman S ke 2 hingga S ke 5 saya selalu dapat case 1 atau 4 sistem pertama di semester tsb. Jika memang begitu semsester depan saya belajar GIS aja #eh. Dan beneran aja pas buka soal yang saya cari pertama adalah tulisan Diagnosis. Allah, saya dapat case ini, case yang engkau tahu bahwa hamba benar-benar memasrahkannya pada Mu.  Panik banget saya gatau saya mau story telling apa nanti dihadapan dokter pengujinya. bahkan saya gatau harus nulis apa.

Hari Yang Kutakutkan

Dan hari yang kutakutkan pun tiba. Hari dimana ketika itu aku sedang tidak lagi bersamamu dan bersama kita . Tidak seperti saat jari jemari diam dalam geraknya, khusyu’ menundukkan qalbu, merasa lemah dan hina mendengar tiap kalimat yang selalu tertuju pada manusia. Akulah, Kamilah orangnya yang tersangka. Tidak seperti saat mulut kita tersenyum dan tertawa, mata yang sayu namun teduh dengan ingin kita yang lebih dari sekedar harapan dan wacana, menghimpun dalam naungan yang dengan izinNya jauh dari mimpi dan realita yang fana. Tidak lagi menghitung tetes keringat atau butir beras yang  dimakan pun lembaran mata uang. Berhasil mendidihkan semangat-semangat yang mengalir di urat darah seperti lagu mentari. Dan hari yang kutakutkan pun tiba. Hari dimana ketika itu aku sedang tidak lagi bersamamu dan bersama kita . Hari ketika buah kelapa terbawa oleh ombak. Kaki ini sudah melangkah, mata sudah menatap, dan tangan sudah mengayun. Diiringi gemericik dan melodi kehidupan yang menen

menjadi Rabbani

Bismillah Bulan-bulan seperti ini dimana sedang masanya regenerasi (dan ujian). Saya ingat sekali rasa dan pikiran sekitar satu tahun yang lalu, ketika ego membuncah dan perjalanan panjang membuat saya lelah perasaan, dibayang-bayangi gemerlap kehidupan, Allah memberikan resistensi level baru dalam kehidupan saya. Saya bukan anak pembinaan dan kaderisasi, apalagi seorang dalam struktural tinggi, saya hanya seorang staff yang apa atuh , sukanya hilang-hilangan tapi masih ingin diaku. Jadi, saya merasa tidak layak untuk mengkritisi dinamika kampus dengan se abreg potensinya yang luar biasa. Ketika nafas semangat sedang dalam fase “ekspirasi”, yang ditakutkan adalah tidak bisa melakukan inspirasi lagi. Butuh nafas berulang kali untuk berlari ke tujuan. Dan bukan kadangkala lagi, sifat manusiawi dan dinamika kehidupan membuat fatamorgana dalam pandangan. Ketika ditanya, apa yang akan saya lakukan, saya menjawab: tidak tahu. Tidak ada yang saya tahu dan tidak ada yang ing

monolog

Carotid 2014: Emergency Medicine, Eijkmann 26 Oktober 2014. Ketika mencari tempat pelarian agar berhenti menyalahkan diri sendiri. Rasanya nyesek banget saat itu. lelah. Apakah saya pergi ke tempat yang salah?  Saat itu, saya seperti bisa melihat garis-garis lelah dan pikiran mereka masing-masing. Rupanya bukan hanya saya seorang. Kemudian saya merasa bersyukur, Allah masih memunculkan rasa bersalah dari sudut hati. Saya yang udah puguh mengapa tidak bisa terus maju? Menagapa berhenti? Setidaknya jangan mundur, Had! Setelah ini, rasanya ingin segera berlari.

Antara Idealis dan Realistis

Jadi suatu ketika, saat skills lab , dokter RP kami "curhat" tentang keadaan dosen dan dokter di kampus yang ga harus juga saya ceritakan. Entah, yang saya tangkap dari hasil trigger -nya adalah untuk meraih kemajuan di bidang kesehatan, harus menjadi kapitalis. cmiiw. Ada sekelumit penolakan dari hati. Mengapa harus begitu? " Tapi kan dok, kalau jadi dokter layanan primer dan atau kerja di daerah kan akan jadi lebih ingat sama ilmu kita, lebih nerap, kalau kita ingin belajar ," kurang lebih begitulah salah satu dari kami berpendapat. Lalu hening. " Ya kalau itu tujuan kamu untuk belajar. Kenyataannya? " Masing-masing dari kami mungkin menjawab, kenyataanya tidak seperti itu, Saat bubar, teman-teman yang lain mengomentari pendapat si salah satu dari kami yang berpendapat, "Liat aja ntar, lama kelamaan idealisme lo bakal ilang ditelan realita," Lah terus kenapa? Apakah salah menjadi orang yang idealis di tengah kondisi masy

Saat Ayah Mengorbankan Anak Karena Allah

Saya nge- like banget sama kisah teladan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as yang menjadi sunnah ibadah berqurban. Tapi sayangnya, masih jauh dari teladan keduanya :( Dan Ibrahim berkata: "Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.   "Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh.    Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.   Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".   Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).   Dan Kami panggillah dia: &qu

Sama

Benarkah, manusia cenderung untuk berkumpul dan mencari kumpulan dengan mereka yang memiliki kesamaan? Sesederhana "sama-sama perempuan", sama-sama hobinya, sama-sama statusnya, sama-sama di tempat yang sama, hingga sama kepentingan. Ketika dua manusia atau lebih dengan berbeda pemikiran berkumpul, apa yang membuat mereka sama hingga mau berkumpul? Memiliki kepentingan yang sama? Apa yang membuat kita sama hingga Allah pertemukan? Sadarkah, terlalu banyak perbedaan yang mustahil membuat kita ada pada titik kehidupan saat ini? di atas semua perbedaan itu, kita adalah sama-sama manusia. Berangkat dari kesamaan menyadari  bahwa kita adalah manusia. Namun belum berhenti sampai disana, karena pada nyatanya, mengapa harus aku denganmu, bukan dengan manusia yang lain? Kemudian, perlukah alasan kesamaan, jika Allah sudah mentautkan hati masing-masing dari kita? Karena setelah itu kesamaan bukanlah sebab, tapi akibat.

Memang Selalu Demikian, Hadi

MEMANG SELALU DEMIKIAN, HADI Setiap perjuangan selalu melahirkan Sejumlah pengkhianat dan para penjilat Jangan kau gusar, Hadi  Setiap perjuangan selalu menghadapkan kita Pada kaum yang bimbang menghadapi gelombang Jangan kau kecewa, Hadi  Setiap perjuangan yang akan menang Selalu mendatangkan pahlawan jadi-jadian Dan para jagoan kesiangan Memang demikianlah halnya, Hadi 1966 Taufiq Ismail

Menyayangi Ramadhan

Bismillah Sudah lama sekali tidak menengok tempat ini. Tempat biasanya menulis dan curhat ga penting. Tempat terakhir ketika hal-hal tertentu tidak bisa diungkapkan secara langsung dengan lidah. Tapi tidak bisa disimpan dan bahkan ditelan. Sudah lama juga tidak melihat dunia maya. Hai maya! Kalau saat kembali ke realita kehidupan nanti (re:kampus) lalu ditanya apa yang dilakukan selama liburan dan Ramadhan, saya akan jawab: balas dendam. Atas hal-hal yang tidak bisa saya lakukan dengan focus selama kuliah, salah satunya tidur senyaman-nyamannya. Mungkin saya salah, karena selalu menganggap dunia ini kotak dan berkamar-kamar. Ketika harus menjadikannya satu dengan memecah tembok diantara ruang namun belum mampu, lalu untuk melakukannya saya harus mengambil salah satu sisi tapi kemudian saya berdiri di tengah keduanya. Aneh. Mengapa saya mengaggapnya berbeda? Ibarat memancing, analogi Ramadhan 2 tahun lalu bagai menangkap kakap, Ramadhan tahun kemarin  mengumpulkan teri emas

#selftalk: Ujian Ketahanan

Hajat fkup sebentar lagi selesai (re:uas). Saya bilang hajat, karena semua elemen berpartisipasi. Mulai dari jajaran petinggi hingga petugas kebersihan. Dari mahasiswa hingga memanggil alumni untuk jadi pengawas. Bahkan jadi ingat, pernah ada ruangan yang diawasin satpam. Pertempuran 3 minggu bukan waktu yang sebentar. Tapi, persiapan sekitar 4-5 bulan bukan waktu yang panjang pula. Yaa begitulah perang. Persiapannya memakan waktu berbulan-bulan, pada ‘prak’nya mungkin hanya hitungan hari saja. Mempertaruhkan waktu yang sangat lama untuk hasil beberapa saat. Memangnya persiapan perang Badar, pembuatan parit untuk perang Khondaq, hingga persiapan yang dilakukan Al Fatih untuk penaklukannya memakan waktu seberapa singkat? Persiapannya harus dimulai dari yang 'localized' hingga 'systemic'. Melibatkan persiapan jasad hingga ruh. Kuantitas, kualitas, hingga dana. Ya, anggap kuliah adalah persiapan perang ujian. Itupun banyak kesamaan.  Perang ujian yang mele

La-gila-gi tentang

Tiap enam bulan harus ngerasain beginian. Janji di awal untuk rajin, anti wacana, kemudian terlena (asal ga melena) berminggu-minggu berbulan-bulan, terus panik, mewek-mewek. Threshold stres dan panik tiap semesternya semakin tinggi, semakin kebal, tapi ga pernah ga tegang. Selalu saja panik dan belum siap. Seolah-olah mau mati. Sampai Pak Aep pernah bilang, "barudak teh kunaon.. siga rek maot wae soka teh," terus dokter pengawas sebelahnya bilang, "bapak ga pernah rasain sih.." Ga salah sih kalau tiap semester merasa semakin kebal. Semakin merasa tidak berdosa dikala H-7 masih santai dengan tontonan, H-3 draft belum beres, H-2 masih keliaran di Bandung, H-1 tidur nyenyak sementara basic science nya belum hapal. Hari H tinggal urusan dirinya sama Tuhan, semoga dosa tidak menghalangi, semoga pertolongan-Nya dekat, semoga banyak doa menyebut namanya untuk kejadian hari itu. Begitu pun saya. Kelima kalinya pakai baju yang sama buat sooc*, beruasaha terlihat ra

H-5 E1 HIS

Yang tidak dinanti akan segera datang 5 hari lagi. Di hari pertemuan terakhir tadi, kami memutuskan untuk botram makan siang. Hari Rabu kami sudah sangat excited membagi-bagi bawaan makanan, tidak seperti membagi-bagi LI (haha yaiyalah .___.). Kamal bawa nasi goreng, dila sama rani bawa ayam, shira bawa soda, netia bawa brownies, nur dan tendy bawa buah, dika sama atika bawa es buah wiscar, vinod bawa molen, hong yi sama jeremy yang harusnya bawa peralatan makan malah ga bawa :|. Untungnya shira dan kamal inisiatif membawa gelas dan box serta kertas nasi. Karena Hadi satu-satunya diantara teman-teman E1 lain yang tinggal di rumah, jadi kebagian bawa masakan rumah: capcay! Anak kosan rantau mana coba yang gak kangen sama masakan ibunya sendiri? Semoga jadi penghibur lara di kala so*ca datang namun makanan di jatinangor tak kunjung berubah. Anggap saja capcay masakan dari Ibu hadi ini adalah dari Ibu teman-teman juga. kebiasaan orang Indonesia: foto makanannya dulu. Woles lah yang pe

H-7

Banyak hal yang tidak bisa ditangkap oleh panca indra manusia yang serba terbatas diciptakan. Hal-hal yang diluar keterbatasannya akan sulit diterima oleh logika berfikirnya. Kita mengenal istilah delusi, halusinasi, sampai gila berkenaan dengan hal ini. Apa yang membuat manusia bisa melihat, mendengar, merasa, diluar batasnya adalah kepercayaan. Islam mengajarkan iman kepada hal-hal yang ghaib, hal-hal yang tidak bisa disentuh oleh ruang manusia. Allah, malaikat, surga dan neraka, sampai bisyarah rasul.  Gelar ash-shidiq yang disematkan pada nama Abu Bakar ra adalah karena "kemampuan" ini. Isra Mi'raj bukanlah hal yang mampu dinalar oleh keterbatasan manusia. Maka wajar bila gelar Rasul dari Al-Amin berubah jadi Al-majnun. Kalau saya bilang saya tadi baru terbang ke langit ke tujuh, itu baru waham (perlu digaris bawahi juga kepercayaanny). Oleh karenanya, menerima Islam tidak hanya bisa dengan logika. Ia diterima pada mereka yang mau berfikir. Berfikir dan membu

Risk

"Yaudah sih jalanin aja~" Saya ga bisa jalanin begitu aja. Banyak terlintas hal-hal macam tujuan, pertimbangan, manfaat, risiko, dll. Gamau menjalankan yang sia-sia. gamau menjalankan apa yang saya tidak mau. Walau pada akhirnya terjebak lagi dengan kalimat itu. Setidaknya menjalani lebih baik daripada lari dari kenyataan harus menghadapinya. Face it, hadi ! "Yaudah sih, jalanin aja~" Yaudah deh jalanin aja. Jalanin aja pilihan-pilihan hidup itu, artinya jalanin juga risiko atas pilihan itu. Toh esensi memilih adalah meninggalkan. |With great choices come great investment, consequence, and risk| sulit ya jadi manusia indecisive hidup di dalam dunia yang banyak opsi.

Ada Bagaimana Menjaga Diri

Ada salah satu drama medical yang bikin saya merasa jadi semakin melankolis, sebut saja Code Blue. Di season dua, tiap awal episode ada pertanyaan yang nanti di akhirnya ada jawaban yang related to case di tiap episodenya. Bukan pertanyaan mirip mde, tapi mungkin lebih pertanyaan bhp, atau mungkin pertanyaan seputar perasaan dan pemikiran. Yang oh ternyata, ada beberapa pertanyaan yang sama dengan apa yang saya pikirkan setelah hampir 2 tahun hidup di hutan, sebut saja fk. Ada satu episode, ketika salah satu dari dokter lakon diminta untuk memberikan penjelasan kepada ibu pasien bahwa si pasien itu sebenarnya sudah dalam keadaan mati otak. Ibu pasien pada awalnya menolak untuk menandatangani consent DNR . Tapi setelah beberapa waktu (mungkin) setelah diberi penjelasan, si dokter merasa sudah sama perasaan anatara dia dan si ibu bahwa pasien memang sudah mati dan tanpa tandatangan si ibu, dilepaslah semua alat bantu pasien. Eh, si keluarga pasien yang lain ada yang menuntut tind

Kata seorang

" Iya, banyak yang harus dikerjain. Iya, sibuk. Iya, banyak yang harus dipikirkan. Mikirinnya aja udah cape. Iya, sekarang sekolah pre klinik jadi cuma 3 tahun. Kebayang tahun ajaran depan capenya kaya gimana? masih harus ngerjain LI, masih harus mikirin sooca, masih terlibat organisasi, dan harus menyusun skripsi. Terus banyak capaian yang masih jauh untuk tercapai. Belum lagi ngurusin ratusan orang yang ketika urusan sendiri belum selesai dan yang diurus ga rumasa. Semuanya iya. Tapi bukan berarti harus curhat saya ga mampu kan?" Katanya, waktu saya bertanya, " Bagaimana meningkatkan skill expressive langunge ?" ga nyambung banget. Tapi, setidaknya saya menangkap maksudnya: Itu bukan skill, tapi keinginan. Walau saya keukeuh bilang: itu pasti kemampuan! Terus dia bilang, "Lo mau ga? Keureuyeuh weh. Iya sih harus dipikirkan. Tapi sambil di keureuyeuh ." Di- keureuyeuh ya? hmhmhmhmhm.

Mencari Definisi

Huaa, sudah lama juga rupanya ini blog ke-anggur-an teranggurkan terdiamkan ngelapuk. Seperti atap kamar yang berjamur karena lembap, kehujanan, yang dengan itu, Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kemudian manusia manfaatkan. Cape. Salah satu alasan kenapa ini blog bisa sampai sebulan kelupaan. Dan sedihnya, cape ga puguh. Salah sendiri sih, karena ga fokus. Sampai pada pertanyaan, kenapa harus fokus? Jawaban saya, karena manusia ga bisa jadi semuanya. Akhirnya, saya sudah putuskan, ranah mana yang akan saya fokuskan. Tetap aja, ada ini-itu, rutinitas yang memang ga bisa dilewatkan, yang hobi banget bikin saya jadi ga fokus.  Sampai sebel dan kesel sendiri. Sampai baru sekarang kepikiran, sekali aja bolos kuliah. ga deng, kepikiran kenapa ada orang yang kepikiran mau bolos kuliah. dan kerasa banget, orang yang ga fokus gak akan dapetin apa-apa. Dan sampai pada pernyataan, fokus aja ga cukup. butuh teman untuk ngelakuinnya. Ya, kalau dibilang amal jama'i,

Verbal

Apa ya? Saya menemukan suatu kesalahan dalam pikiran saya, tapi menurut pemikiran saya. Saya tipikal yang tidak bisa mengomunikasikan sesuatu secara lisan dengan baik. Ada saja yang terjadi, seperti rajin mengulang kata-kata yang sama, atau saya tidak bisa menyampaikan maksud dengan baik. Saya memutuskan dan saya lebih condong untuk menuliskannya. Menuliskan apa saja yang banyaknya saya tak bisa verbalkan lewat lisan. Dengan ditulis, sesuatu ide menjadi lebih awet. Saya mencoba berkata lewat tulisan. Membiasakan menulis hal dari yang penting sampai tidak, dari yang dimaksud atau tidak, dari yang ditujukan sampai kepada tujuan atau tidak, saya mencoba memverbalkan apa yang saya lihat, dengar, rasa, pikir lewat tulisan. Ketika ingin mencapai sesuatu, sudah mepet ke deadline, dan sudah berkeliaran semua dikepala tentangnya, saya malah bingung. Ada bagian yang tidak bisa ditulis. Setelah tidak bisa diucap, kemudian tidak bisa ditulis, lalu apa yang harus saya lakukan untuk men
Hai Masa muda, Bagaimanapun aku memlihmu, atau kau datang padaku, semoga aku tidak menyesalinya. Menyesali untuk apa masa mudaku dihabiskan. Apalah kata orang tentang masa mudaku, ia tetap milikku dan pilihanku. Itulah mengapa, tak usah sedih karena tak "gaul", tak usah sedih takut "tak berkembang", tak usah sedih takut disebut "ansos", tak usah menyesal karena telah memilih. Di usia yang sudah tidak kecil tapi belum besar, sudah minta hak lebih tapi tak mau diberi tanggungjawab, yang sudah bisa memutuskan. Menghabiskan waktu di jendela dunia alias buku, di depan layar dunia, di antara debu dan asap jalan raya, berjalan di bumi dengan rendah hati, tapi seolah terasing dari kehidupan, bersama hiruk pikuk permasalahan orang lain yang bahkan masalah sendiri belum terselesaikan, kalau kata teman,"fucking my life for yours", mengurus orang-orang yang bahkan dirinya tidak menyadari, hanya karena, tidak, ini bukan "hanya" Ah, sem

another exam: ujian dalam ujian dalam ujian

Sedang tidak produktif menulis. Alasan yang terpikirikan hanya satu: kurang input alias baca. Baca sih, baca soal, outputnya berupa bulatan hitam di LJK. Baca draft osce, outputnya saat osce tadi dan outcomenya berupa nilai. Yeay! :D Oleh karenanya, saya mau nulis yang lebih tepatnya curhat tentang osce. Mulai dari kebagian jadwal osce yang diundur karena beberapa yang saya anggap banyak hal, hingga merasa diri ini bodoh karena ceroboh. Seperti postingan satu semester yang lalu tentang osce , osce itu suatu ujian yang cuma 2 sks tapi belajarnya aduh-aduhan. Tapi pasti worth it, karena ini tentang skill klinis seorang dokter. Hadi lebih suka menyebutnya dokter-dokteran. Oleh karenanya, wajib dapet A tanpa minus, karena memang kenyataannya ga ada A(-). Jadi ceritanya, saya dan 68 orang kurang beruntung lainnya, yang kebagian jadwal ujian hari Kamis dipulangkan setelah menunggu 3 jam dan datang pagi-pagi kehujanan  (penuh penekanan) karena alasan yang tidak bisa saya sebutkan

Never Ending Story: S #4

Mungkin memang itu judul yang tepat untuk sooca. Karena setelah kamu memilih "ini", sooca akan terus ada sampai akhir hayat. Kalau pas S.Ked soocanya ya 20 menit di depan dokter dan diapresiasi dengan nilai, ketika koas soocanya adalah pasien beneran dalam waktu yang mungkin sehari dan mungkin masih diapresiasi dengan nilai, setelah jadi dokter beneran, kasusnya dari pasien nyata, dengan waktu berhari-hari dan dititipkan "nyawa". Saya mulai kisah ujian yang paling seru di tanggal tujuh Januari ini dari tahap perisapan, yang aduhai, selalu wacana awal semester. (mungkin bagi beberapa orang, ini sudah bukan wacana lagi). Ngedraft apalah itu, saya lebih memilih untuk ngedrug  aja -____-.  Pagi hari yang lemas tanpa suara. Ketika semua orang sibuk membulak-balik kertas draft nya, saya tidak tahu apa yang harus saya baca. Terlalu banyak yang saya tak paham dan saya tidak punya bahan bacaan. Yang bisa saya andalkan adalah pendengaran, mendengar suara-suara orang