Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Akhir Siklus #2

You did it Hadi! Alhamdulillah alaa kulli haal Malu malu banget. Kalau kata Thufail bin Adi, pemberian Allah itu sempurna tapi ibadah kita (saya) banyak cacatnya. Well, kemarin saya baru osce. Dan hari ini such unproductive day. Jadi ceritanya, hari Minggu sebelum ujian, ibu bertanya sampai kapan aku ujian. Terus saya jawab, minggu depan. Lalu meminta agar hari Rabu bisa ambilkan rapot untuk salah 1 adik saya, karena Ibu mau ambilkan rapot untuk 2 adik saya yang lain. Ya begitulah menjadi kakak dengan adik yang banyak. Saya bilang, hari Rabu belum tau bisa atau tidak, karena Rabu adalah jadwal remedial ujian yang hari Senin dan Selasa. Saya kebagian ujian osce hari Senin. Kalau misalkan ada yang harus diremedial, maka hari Rabu saya tidak bisa. Parahnya, ujian hari senin, 14 kasus skills nya baru saya hafal dari hari Minggu nya jam 3 sore. Bagus banget, Had. Pakai kekuatan kepepet. Mana buta banget yang eye exam sama mse gara2 pas skill lab gak memperhatikan dengan baik. Par

Akhir siklus

Alhamdulillah alaa kulli haal Soca itu uda kaya siklus hidupnya anak fk. Muter aja disitu. Dari setelah soca yang niatnya mau ngedraft habis case sampai fase acceptance dari 5 stage of grief itu pasti kelewatin. Dari yang semangat sampai rasa kecewa, kemudian syukur :") Alhamdulillah alaa kulli haal Kemarin dengan resmi saya mengakhiri siklus itu untuk di jenjang s1. Walau nanti pas pspd siklus itu akan ada lagi dengan level yang berbeda. Setidaknya, saya bisa istirahat dengan tenang tabpa ngebayangin 6 bulan lagi saya akan mengulangi hal yang sama. Gatau sih ntar pspd kaya gimana ceritanya Alhamdulillah alaa kulli haal Really last soca kemarin saya merasa pertolongan Allah sangat dekat. Duh kapan sih Allah lupa sama kita tapi kita sering ingat Allah hanya pas butuh. Amalan saya banyak cacatnya, tapi minta banyak hal duniawi sama Allah dan selalu aja dikasih walau ga selalu dalam bentuk yang diinginkan. Ya Allah, sertakan ridho Mu disetiap pemberian Mu. Iya, jadi cerit

Sekeripsi lagi

Besok tanggal submit draft artikel jurnal Dan jurnal saya masih dalam tahap revisi sama pembimbing 1 detik ini Dan beliau lagi terpisahkan jarak beribu ribu km dan waktu 6 jam dengan saya disini Dan saya kepikiran terus Dan saya masih digantung Dan besok juga masih ada perseptoran Dan saya belum buat li Dan saya ga bisa ngerjainnya karena ga tenang Hufft Sekiripsi aka jurnal aka artikel something itu bener2 bikin saya kualahan mental. Padahal saya tau dan menyadari bahwa hei ini ga ada apa apanya kalau kamu melihat jauh ke ujian orangtua kita dahulu. Saya udah gabisa setenang mungkin menghadapinya. Saya sedang bekerja dibawah tekanan. Tekanan dari berbagai macam hal yang minta diselesaikan. Sampai saya kena peringatan tentang orientasi hidup dan tujuan, "fa aina tadzhabun, maka kemanakah kamu akan pergi?" Kondisi lagi kaya gini tuh pinginnya dimengerti oleh semua orang, tapi ga mungkin. Sadar posisi, bahwa kelak pun orang lain ga peduli kamu lagi dalam keadaan a

Our deepest condolences

Mau ikut-ikutan komentar tentang seorang dokter muda yang berpulang di tengah pengabdiannya. Beritanya udah rame banget. Di hari kesehatan nasional ini, kami berduka dengan pulangnya sejawat yang tengah internship di pelosok negeri. Timeline saya hari ini penuh dengan cerita tentang beliau yang membuat saya seolah-olah kenal, padahal, kenal namanya saja, baru. Menyoroti lebih jauh lagi, saya, mahasiswa yang nanti juga mungkin akan mengalami hal yang sama. Seperti yang diceritakan sebelumnya, profesi ini berisiko tinggi. Berisiko tinggi 'mengambil' nyawa orang lain, berisiko tinggi gagal, berisiko tinggi dibayar murah, berisiko tinggi menjadi sakit (kontra dengan tugasnya yang mengusahakan kesehatan), dan tentunya berisiko tinggi dihujat dan dituntut. Sedih? Tidak. Takut? Iya Saya takut saya gagal untuk mengabdi. Allahu rabbi, kuatkan!

Rumah Sakit, Pasien, dan Saya

Paparan sejak dini dengan orang sakit dan lingkungan mereka berkumpul sudah mulai dilakukan. Setidaknya 2 hari dalam seminggu selama 10 minggu (baru 5 minggu sih, dan akan menjadi 10 minggu) kami di fasilitas layanan primer aka puskesmas, dan proses pengambilan data skripsi yang membuat saya bulak-balik ke rshs sepulang kuliah, cukup memberikan efek untuk saya. Di puskusmas, saya lebih senang mengobservasi pasien dan dokternya saat mereka berinteraksi. Jujur, saya sendiri saat itu ngerasa lagi ga ada passion dengan hal2 berbau tindakan. Saya sedang lebih senang mengamati, tanpa saya harus berbicara dengan mereka. Di rumah sakit, pertama saya sangat menyesali rekam medis yang begitu pabalatak dan tidak lengkap. Kedua, saya sangat sedih membaca kisah mereka dalam lembaran hasil anamnesisnya. Terlebih, saya mengambil data pasien anak. Makin baperlah saya, seusia seharusnya mereka berbahagia, apa yang mereka pikirkan? Sekuat apa tulang kedua orangtuanya? Perjalanan dari ruang

Sekeripsi

Sebenarnya udah dimulai sejak 8 bulan yang lalu. Tapi kini paniknya sudah mulai menuju klimaks. Skripsi, yang katanya, kalau tidak ada huruf s akan terdengar seperti "creepy". S nya apa? Siap, sungguh-sungguh. Iya lagi-laginya, saya sudah mulai tidak sungguh-sungguh. Dan disaat seperti ini, muncullah banyak hal tak terduga. Setiap orang punya cerita skripsinya masing-masing, termasuk saya. Seperti, jatuh keserempet motor, hp yang kegeleng mobil, jas alma yang lupa dibawa saat sidang UP, kemudian hp yang hilang lagi, lalu mengubah skripsi jadi pkm p dalam waktu kurang dari seminggu. Ya Allah, You know me so well. Ini belum berakhir. Saya semakin ingin mengiris jari bahwa saya harus mengambil data ke banyak kota, dimana tiap kotanya mungkin cuma 2 rumah atau bahkan cuma 1 rumah yang bahkan saya gatau alamat mereka dimana. Sementara semuanya harus diakhiri dalam waktu sebulan saja. Ya Allah, You know me the best. Berikan aku S di antara kata yang terdengar "creepy

Fa Aina Tadzhabun

Pelajar tidak boleh berhenti belajar, walaupun sedang lelah, Had. Kalau kamu belajar dalam kehidupan, semua ilmu akan kamu reguk tanpa lupa ilmu itu untuk kau pakai kemana dan untuk apa, fa aina tadzhabun? Dokter tidak boleh kesal dan marah, walapun sedang lelah, Had. Kalau kamu ingin menjadi dokter, semua yang membutuhkanmu harus kamu layani karena kamu penyedia jasa untuk mereka yang sedang berikhitiyar untuk tetap hidup untuk memperbaiki kehidupannya, tanpa kamu lupa untuk apa kamu melakukan itu, fa aina tadzhabun?  Pejuang tidak boleh lengah, walaupun sedang lelah, Had. Kalau kamu berjuang dalam kehidupan, semua dinamika dan risiko itu harus kamu hadapi tanpa lupa, fa aina tadzhabun? Karena berjuang harus keluar dari markas, ringan atau pun berat, Had. Fa aina tadzhabun?

KKNM #2 suka dan akan rindu

Hari ini saya sudah sampai rumah, Saya tidak menyangka, sebulan yang dahulu ingin saya skip, sekarang saya ingin minta perpanjangan. Karena otak saya masih tumpul untuk menerima sistem baru. Kebiasaan sebulan masih melekat dalam tingkah laku. Saya menyadari bahwa akhir ceritanya tidak begitu baik. Tapi tiap kita bukan anak kecil lagi. Tau lah, bahwa diri jangan egois, jangan terlalu berharap pada yang lain, namun kau tetap butuh kehadiran mereka seegois apapun kamu. Bahwa kalau kamu baik jangan lah menanggung dalam berbuat. Bahwa rupanya kamu suka atau tidak itu adalah pilihan. Mengapa memilih untuk susah, bila kau punya pilihan untuk bahagia? Terima kasih untuk sebulannya dan Hadi minta maaf, karena pada awalnya Hadi sangat pendiam gabisa senyum dan sulit untuk merasa ada. Hanya bingung untuk menempatkan saja. Karena saat disana kalian berhasil membuatku begini sekarang. "Hadi edan" ala nada dangdut "kali merah" FPH yang P nya bisa berubah t

KKNM #1 Okaeri

Hiks :'( Aku tidak ingin pulang. Karena banyak hal yang harus kulakukan sepulang dari sini. Seolah olah aku ingin lari dari kehidupan. Namun, aku jadi ingin pulang, aku rindu dengan aktivitas pekerjaanku. Aku ingin pulang, tapi tak sepenuhnya karena itu. Lalu kemudian bukan dengan pekerjaanku, tapi dengan ucapan "okaeri" dan "welcome home". "Teh, lagi dimana?" Padahal aku sudah pamit. "Teh, pulang kapan?" Padahal aku sudah bilang. Sosok siapa yang kau rindukan?

Jeda

Mereka bilang, jeda itu harus ada agar sebuah tulisan bisa dibaca. Jeda itu bernama spasi. *** Namanya Ramadhan, dan dia sudah pergi. Pergi, dan kemudian akan datang lagi. Hanya saja, tak tahu akan jumpa atau tidak. Pada awalnya, riang tak terkira. Kehadirannya amat kutunggu. Sebagai sebuah momen berharga dan limpahan rahmat dari Yang Maha Penyayang. Iya, tapi itu pada awalnya. Hanya pada awalnya, hingga tengahnya. Pada akhirnya, aku menyerah. Ada satu titik kehidupan, mungkin jenuh, mungkin lelah. Ada di fase "kenapa harus saya?" Ketika bahkan diri sendiri aja ga bener dan bahkan ga bisa memperbaikinya, tapi saya harus mengurus orang lain, yang bahkan orang itu ga sadar dirinya diurusin. Lalu sadar, kalau titik itu bukan jenuh bukan lelah. Tapi, lupa kalau dirinya hanya manusia yang cuma hamba Tuhan.  Fase itu membuat jeda di kehidupan. Ketika aku memilih untuk memutuskan semua ikatannya, ada satu ikatan yang tidak bisa lepas begitu saja. Men

the last

Ini bukan cerita tentang film nya naruto yang terakhir. Yang naruto nya kelihatan gagah dan sasuke nya cuma muncul selewat. Dan ga penting. The last adalah tentang ujian sooca terakhir si gue di nangor, yak. Last sooca in nangor, really last. Walaupun sooca ga akan pernah berakhir dengan berbagai macam bentuknya.  Ujian ini gak akan pernah kalah pamor dengan ujian lainnya, selalu jadi trending topic tiap uas. Sebelum, sedang, dan sesudah. Dengan segala macam kepanikan stress dan bumbu - bumbu ketegangan lainnya. Dan ujian ini selalu bikin si gue kapok dan akan bilang, "ini sooca tertidaksiapku," sebelumnya dan sesudahnya, "sooca sistem depan ga akan kayak gini lagi. Habis case mau langsung ngedraft, terus ga akan lepas case." You know what happen in next 6  months. Ucapan yang sama yang menandakan tiada perubahan. Tidak patut ditiru ya. Begitupun sooca hari ini. Sooca terakhir di nangor dengan amat menyesal tidak ditutup dengan baik, tapi dengan

Cara

"Banyak jalan menuju roma" Iya banyak. "Untuk mendapat angka 10, tidak harus 5+5, bisa 7+3, atau 30÷3" Iya betul. Terlalu banyak cara untuk mencapai sesuatu. Selama tujuannya sama, cara apapun tidak masalah. Apakah variabilitas itu dibenarkan? Hal ini dahulu pernah terbersit saat saya masih jadi bagian kepengurusan di himpunan. Tentang bagaimana cara orang-orang beraktivitas di kampus. "Tidak jadi masalah kan, selama tujuan kita sama, membawa nama baik fk unpad," Hmmm Saya sepakat. Tapi mungkin, tidak semuanya begitu Ada beberapa hal yang tidak bisa memilih cara. Hanya satu cara yang dibenarkan sehingga yang lainnya salah walaupun tujuan atau titik berangkatnya sama. Apalagi muslim punya Rasulullah, contoh langsung dari Allah. Jadi, variabilitas cara, dibenarkan? Atau tergantung konteksnya? Mungkin ya, mungkin. Dibenarkan kalau polanya sama apapun caranya, apapun konteksnya. Wallahu a'lam.

Jujur

Baru banget beres ngerjain tugas essay yang deadlinenya nanti jam 12. Tadinya saya ingin dengan sepenuh hati mengerjakan tugas tersebut. Ingin menulis banyak dan baik tentang tema yang sudah ditentukan: kejujuran. Salahkah saya ingin mengerjakannya dengan sepenuh hati dan dengan baik seperti halnya mengerjakan "draf soka" dan proposal skripsi? Karena ini tentang kejujuran, maka sejujurnya saya kesal pake tambah tambah. Bukan hanya saya, hampir semua teman-teman merasa rasa hal yang sama. Kesal pake tambah tambah. Tugas ekstramural yang diminta adalah membuat essay 4 halaman penuh folio dan video wawancara di jalan tertentu tentang kejujuran, ini macam tugas anak skala sd smp. Bukan bentuk tugasnya yang essay atau videonya, tapi temanya yang seolah-olah menunjukkan bahwa kita sebagai mahasiswa tingkat akhir ga ada beda pengetahuan dan tindakannya dengan anak sd smp, dan tugasnya itu sendiri yang deadline nya deket deketan dengan jadwal ujian dan submit proposal. Ada skri

😊 folgen sie gesegnet 😊

Ini bermula dihari seseorang bercerita, "hadi, hadi, tau ga?" Tanpa kau tanya pun seharusnya kau tahu bahwa aku tidak tahu, karena dia belum bercerita perkaranya. Dengan seksama aku mendengar. Dan itu menggelitik. Awalnya aku tidak peduli. Sampai waktu dihari lain, ketika aku membuka beranda medsosku, aku melihat sesuatu yang jarang muncul. Membuat jari jari ini tidak berhenti untuk menyentuh tiap link yang bertautan. Hingga terjawablah semua mula ketidaktahuanku. Menjadikanku iri, setidaknya aku hanya ingin mereka tahu bahwa aku pun ikut senang saat mereka bahagia. *** Itulah mengapa kumohon, bahagia yang sangat itu sesederhana melihat kalian yang berbahagia. Tulus dari hati tanpa pamrih ingin ucapan selamat. Tak peduli kau masih ingat bahwa aku temanmu atau bukan, tapi seumur hidup ini aku bersyukur kita pernah bersapa walau hanya sekali. Bahwa aku temanmu atau bukan, tapi setidaknya kau sangat berkesan saat singgah dalam sebagian detik waktuku. Sehingga aku punya a

Pensiun

Ada suatu saat ketika saya melihat diri saya dalam wujud orang lain. Tapi itu dulu, diri yang dulu. Dahulu saya begitu. Jika itu hebat, apa hebatnya bila sekarang saya tidak seperti dulu. Itu kan dulu yang hebat, bukan sekarang yang hebat. Jika itu biasa saja, apa hebatnya pula bila sekarang berbeda? Bukan itu. Titik awitan pemikiran ini sudah sejak lama. Ketika orang bilang bahwa tidak ada yang pasti, semua akan berubah. Yang pasti adalah perubahan itu sendiri. Titik pertanyaan saya adalah, apa yang membuat saya berubah? Apa yang membuat saya melakukan hal itu dan sekarang tidak? Apa yang membuat saya melakukannya sekarang sementara dahulu tidak? Apakah itu karena dasar suka dan tidak suka? Sejak saya tahu bahwa pemandangan yang saya lihat sekarang, rupanya dahulu tidak seperti itu. "Dulu beliau tidak seperti itu loh, Had. Semenjak disini dia jadi begitu." Mendengar itu saya sedikit tidak percaya. Apalagi yang berkata. Karena dia tahu dahulu seperti apa,

Takut Membaca

"Saya sudah semester 6" Dan itu adalah keajaiban bagi saya. Sekarang saya menjadi bagian angkatan yang paling tua. Sekarang rupanya sudah masuk 6 bulan terakhir saya akan menghirup udara jatinangor. Dan sekarang saya sedang dalam menyusun proposal. Skripsi namanya. Itu ajaib. Karena saya masih denial. Saya tidak (mau) percaya dengan yang saya alami, saking terlalu cepatnya saya  berjalan melalui setiap prosesnya. Cepat sekali, dan saya tidak mau. Tidak mau, karena hati dan pikiran saya menyadari, tentang masih sangat kurangnya bekal untuk melaju ke tahap selanjutnya. Jadi dokter kah, untuk kehidupan dunia akhirat kah, tidak, bahkan untuk esok hari pun, saya selalu merasa dalam ketidaksiapan dengan bekal segini adanya! Kekurangan bekal untuk segala macam kemungkinan masa depan itu saya berusaha tutupi dengan mulai banyak membaca dan membaca. Dan itu masih berusaha. Menyadari betapa banyak kurangnya saya untuk bisa survive di kehidupan nyata dan maya du