Untuk selanjutnyaa Mojokerto saya singkat MR (sesuai dengan kode stasiun mojokerto di KAI) Tepat empat jam sebelum berangkat. Izrail bertamu ke rumah, menjemput nenek. Saya menyaksikan sendiri proses sakaratul maut itu. Masih terekam dalam memori saya dengan baik. Dan saya yang memastikan sendiri bahwa ruh sudah terlepas dari jasadnya, pupilnya sudah dilatasi maksimal. Kakak saya meminta agar saya menunda keberangkatan ke MR. Tapi bapak dan ibu tetap mengijinkan saya untuk berangkat sesuai jadwal. Yang saya khawatirkan adalah kondisi Ibu, karena harus melakukan penguburan di Garut (kampung nenek saya) tanpa bapak saya, karena harus mengantar putri sulungnya ini merantau. Iya, hari itu cukup menjadi pengingat bahwa Izrail tidak mengenal waktu dan tempat untuk bertamu. Tidak peduli tuan rumah punya agenda apa hari itu. Dan qadarullah, saya masih bisa melihat nenek saya untuk terakhir kalinya, walaupun saya tahu nenek saya saat itu sudah tidak ingat lagi dengan saya
penggenggam dunia, memijak bumi, penatap langit, pembelajar ciptaan-Nya. Allah, saya sungguh teramat sangat kecil