Rasulullah bersabda,
“Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah” (Riwayat Sahih Bukhari/Muslim)
Berkuda, memanah, dan berenang.
Kalau di zaman Rasul itu berkuda, mungkin sekarang mah berkendara kali ya. momotoran. Wallahua'lam sih. Bisa jadi berkuda beneran juga harus bisa. Cuma, aplikasi yang nyata menurut saya adalah berkendara. Melihat fungsi sang kuda sebagai alat kendaraan zaman dahulu kala.
Memanah, Belajar untuk 'berburu'. Kalau di unpad ada ukm ini, pingin banget mencoba untuk bisa.
Berenang. Ya jelas lah ya harus bisa. Apalagi resolusi tahun-tahun mendatang: persiapan mengahadapi banjir :p
Kalau berkaca pada diri sendiri... hm hm hm hm hm. Tidak ada diantara 3 keahlian itu yang saya tekuni. Target minimal saya: bisa sebagai pemula. Tapi, seriously saya kadang selalu kepikiran dengan 3 keahlian tersebut. Ada maksud Rasulullah 'menuntut' kita sebagai muslim bisa berkuda, memanah, dan berenang.
Saya mau angkat isu berkuda.
Kejadian tadi pas lab act. Salah seorang teman saya dysmenorrhea. (cewe wajib tau apa ini!). Sebagai mahasiswa yang sudah belajar BHP, maka anda lelaki harus bertanggungjawab! (?)
Semenjak sudah belajar BHP, maka, kalau makan bareng, pesen makan, terus makanan kita datang duluan, harus nunggu pesenan temennya dateng juga, walaupun makanan kita udah dingin.
Semenjak sudah belajar BHP, maka, kalau menyebrang, Laki-laki harus ada di sebelah kanan (yang paling deket dengan arah kendaraan).
Semenjak sudah belajar BHP, maka, kalau habis kegiatan malam-malam, perempuan harus dianter sama laki-laki sampai terjamin keselamatannya (ini agak lebay. Ya begitulah pokoknya)
Agak risih sih, tapi ilmu harus ada aplikasi! (dalam hal apa?)
Lanjut cerita.
Terus, salah seorang dari 3 lelaki di grup tutorial saya, disuruh mengambil obat oleh penanggungjawab laboran grup kami. Sudah mengambilkan obat, kemudian, dia disuruh mengantar teman saya ini ke bale naik motor.
Saya lihat ekspresinya, dari belakang (yakali kelihatan). Sebagai orang yang paham masalah seperti ini, dia -mungkin- berusaha mencari alternatif, dengan mencari perempuan yang bisa mengendarai motor. Yang lain sih nanggepinnya yaudah lah ya, anterin mah anterin aja. Ngapain harus nyari cewe yang bisa.
Tapi, dia, dan dia (temannya), dan saya, dan mungkin Anda, ga menanggapinya seperti hal itu. Maslah cewe-cowo boncengan lalalalalalala udah dari jaman heubeul. Kan sama aja kaya naik ojek. lalalalalala.
Saya sendiri sih bisa aja mengajukan diri untuk jadi relawan pengganti dia mengantar teman saya. Masalahnya terletak pada keahlian saya yang tidak mumpuni dan mungkin masalah BHP tadi. Iya, dia juga mungkin memepertimbangkan masalah BHP. Apalagi laboran kami sudah menyuruhnya cepat-cepat. Yo wes mau bagaimana lagi.
Tapi, seketika, saya merasa rasa. Seandainya saya mengajukan diri kan ceritanya gak akan seperti ini. Tentunya memaksa saya kembali untuk mengasah kemampuan 'berkuda'.
Emang mau sampai kapan kayak gini terus. Kalau bisa naik motor kan ga usah naik ojek. Bisa juga nganterin akhwat yang lain, jadi 'tukang ojek'.
Sama halnya seperti masalah dokter obgyn yang banyaknya kaum Adam. Pemeriksaan gynecology terutama. Kan sebagai perempuan, risih kalau diperiksa sama dokter laki-laki.
Ya, kalau darurat mau gimana?
Pertanyaannya, mau darurat sampai kapan?
Ini salah satu alasan saya pernah mempertimbangkan masa depan menjadi spesialis obgyn. Tapi, ngelihat RPS satu semester ini, dan banyak pertimbangan lain, saya sepertinya tidak-akan-sanggup. Jadi, saya doakan dengan sepenuh hati mereka sejawat wanita yang mau jadi obgyn. Karena ini sepertinya cukup urgent.
Mau sampai kapan darurat terus? Mau sampai kapan diam terus? Ingat, waktu yang kita punya tidak lebih banyak dari kewajiban yang harus kita tunaikan.
Komentar
Posting Komentar