Untuk selanjutnyaa Mojokerto saya singkat MR (sesuai dengan kode stasiun mojokerto di KAI)
Tepat empat jam sebelum berangkat. Izrail bertamu ke rumah, menjemput nenek. Saya menyaksikan sendiri proses sakaratul maut itu. Masih terekam dalam memori saya dengan baik. Dan saya yang memastikan sendiri bahwa ruh sudah terlepas dari jasadnya, pupilnya sudah dilatasi maksimal.
Kakak saya meminta agar saya menunda keberangkatan ke MR. Tapi bapak dan ibu tetap mengijinkan saya untuk berangkat sesuai jadwal. Yang saya khawatirkan adalah kondisi Ibu, karena harus melakukan penguburan di Garut (kampung nenek saya) tanpa bapak saya, karena harus mengantar putri sulungnya ini merantau.
Iya, hari itu cukup menjadi pengingat bahwa Izrail tidak mengenal waktu dan tempat untuk bertamu. Tidak peduli tuan rumah punya agenda apa hari itu.
Dan qadarullah, saya masih bisa melihat nenek saya untuk terakhir kalinya, walaupun saya tahu nenek saya saat itu sudah tidak ingat lagi dengan saya.
Kehidupan masih harus terus berlanjut.
Saya diantar ke kosan di MR, lalu kemudian berangkat ke Surabaya untuk mengikuti pembekalan isip. Bapak mampir dulu ke kampungnya di Madura sebelum pulang ke Bandung.
Selama pembekalan, saya sekamar dengan teman2 nostra Jatim. Jumlah kami hanya ber13, dan kami adalah orang2 nyasar :)). Itulah mengapa saya bilang sama teman2 saat pamit, "doakan agar tidak tersesat dunia akhirat, "
![]() |
Squad Nostra Jatim |
Hari terakhir pembekalan, di saat2 kami akan pergi ke wahana masing2, teman sekamar saya bilang, "Hadi, dari tadi menghela nafas terus. Berat ya? "
Aku jelas kaget karena dia menangkap kekhawatiranku yang banyak ini. Padahal saya tidak mengutarakan apa2, dan saya tidak sadar banyak menghela nafas sedari tadi. Saya cuma bisa bilang, "Oh iya ya?"
"Sampai ketemu ya, dengan wajah sumringah, karena kita sudah melewati ini nanti"
Iya, sampai kosan, sebelum tidur, yang saya harapkan bahwa saya besok bangun dan pulang ke Bandung, isip sudah selesai.
Saya bertemu teman2 satu wahana dari berbagai daerah. Tantangan pertama saya adalah adaptasi secepat mungkin dengan keadaan baru ini, dan kendala bahasa masih menjadi permasalahan utama bagi saya. Apalagi saya bersinggungan dengan orang orang daerah yang Jawanya pakai kromo inggil. Dengan dialek medok nya saja saya kadang suka loading.
Selain bahasa, adalah adaptasi dunia kerja. Walau saya bukan pegawai RS atau pun puskesmas, saya disini sudah bekerja, bukan lagi mahasiswa. Kadang, saya masih bermental dek koas, padahal saya ini sudah dokter. Artinya, sudah ada tanggungjawab lebih, selain hak yang lebih tentunya.
Bagi saya, ini adalah pertama kalinya keluar dari zona nyaman. Dan kemudian, Allah mengingatkan saya, bahwa saya pernah menulis ini
Jadi, tetap semangat, Had! Walaupun saat ini satu satunya alasan yang bisa saya terima adalah 'untuk segera menyelesaikan urusan ini agar kemudian segera mengerjakan urusan yang lain."
Hadi, yang masih mencoba menangkap maksud Allah mengirimnya ke Mojokerto.
Komentar
Posting Komentar