"Saya sudah semester 6"
Dan itu adalah keajaiban bagi saya.
Sekarang saya menjadi bagian angkatan yang paling tua.
Sekarang rupanya sudah masuk 6 bulan terakhir saya akan menghirup udara jatinangor.
Dan sekarang saya sedang dalam menyusun proposal. Skripsi namanya.
Itu ajaib. Karena saya masih denial. Saya tidak (mau) percaya dengan yang saya alami, saking terlalu cepatnya saya berjalan melalui setiap prosesnya. Cepat sekali, dan saya tidak mau. Tidak mau, karena hati dan pikiran saya menyadari, tentang masih sangat kurangnya bekal untuk melaju ke tahap selanjutnya. Jadi dokter kah, untuk kehidupan dunia akhirat kah, tidak, bahkan untuk esok hari pun, saya selalu merasa dalam ketidaksiapan dengan bekal segini adanya!
Kekurangan bekal untuk segala macam kemungkinan masa depan itu saya berusaha tutupi dengan mulai banyak membaca dan membaca. Dan itu masih berusaha. Menyadari betapa banyak kurangnya saya untuk bisa survive di kehidupan nyata dan maya dunia maupun akhirat, ternyata tuntutan bacaan saya banyak sekali.
Kuliah menuntut saya membaca textbook untuk LI dan ujian.
skripsi menuntut saya membaca jurnal.
Menjadi dokter menuntut saya selalu membaca pengobatan terbaru untuk pasien.
Menjadi guru bimbel menuntut saya membaca lagi hal yang dulu pernah saya baca untuk saya kasihkan pemahaman.
Menjadi manusia yang mau selamat dunia akhirat menuntut saya untuk terus membaca alquran dan pengetahuan Islam yang sangat menyeluruh
Mungkin titik keberangkatan membacanya yang salah dari saya, lupa bahwa toh kalimat pertama yang turun kepada Nabi pun adalah iqra'
Dan itu menjadi semakin berat dan lelah dengan kapasitas membaca saya yang masih rendah. Saya malu ketika ditanya oleh dokter tutor, "berapa jam dalam sehari kamu baca?"
Malu sekali karena hanya sebentar dan itu pun hanya memenuhi sebagian tuntutan dari sebagiannya lagi. Mungkin saya banyak membaca, tapi membaca hal yang tidak perlu. Dan malu karena masih malu sama orang lain.
Dalam perjalanannya, saya membaca biografi daripada penulis penulis buku yang saya baca. Saya menyepakatinya dalam diri saya sendiri bahwa mereka bukanlah sembarang orang yang menjadikan membaca sebagai hobi belaka. Tulisan hebatnya - yang membuat jadi referensi segenap umat, yang tentu isi pemikirannya pun berdasar, tidak sebatas pendapat seperti hal adanya saya- jadi bukti bisu kesibukan mereka adalah membaca.
Kapasitas membaca yang rendah itu sempat membuat pikiran saya bilang, " mungkin kamu salah jurusan, had ". Pikiran yang putus asa akan ide tentang saat ini. Saya selalu berfikir tentu sangat asyik bila dalam sehari saya diam dalam ruangan yang nyaman penuh buku, membaca dan mengetahui banyak hal, lalu saya tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk memahaminya -seperti baca buku kuliah- sehingga dalam sehari saya bisa banyak banyak melahap tulisan.
Bukan, bukan karena saya yang salah jurusan. Ini hanya tentang waktu yang saya sisihkan untuk membaca. Karena kapasitas itu akan meningkat seiring dengan waktu dan prosesnya. Hingga kemudian saya bisa membaca dengan cepat dan efektif, bisa memutuskan mana tulisan yang layak untuk dibaca, hingga akhirnya saya bisa menulis seperti tulisan beliau-beliau, yang bahkan bila perlu saya dipenjara karenanya.
Dan satu hal setelah itu. Setelah baca dan tahu, maka datangalah kewajiban untuk berbuat atas pengetahuan itu, itulah mengapa membaca bukanlah sekedar membaca. Itulah mengapa membaca jadi berat. Tapi akan jadi lebih berat bila tidak membaca karena menanggung hinanya hidup tanpa pengetahuan.
Kekurangan bekal selalu membuat saya takut menghadapi masa depan.
*bukan tipe personality P *
Allahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar