Tiap enam bulan harus ngerasain beginian. Janji di awal untuk rajin, anti wacana, kemudian terlena (asal ga melena) berminggu-minggu berbulan-bulan, terus panik, mewek-mewek. Threshold stres dan panik tiap semesternya semakin tinggi, semakin kebal, tapi ga pernah ga tegang. Selalu saja panik dan belum siap. Seolah-olah mau mati. Sampai Pak Aep pernah bilang, "barudak teh kunaon.. siga rek maot wae soka teh," terus dokter pengawas sebelahnya bilang, "bapak ga pernah rasain sih.."
Ga salah sih kalau tiap semester merasa semakin kebal. Semakin merasa tidak berdosa dikala H-7 masih santai dengan tontonan, H-3 draft belum beres, H-2 masih keliaran di Bandung, H-1 tidur nyenyak sementara basic science nya belum hapal. Hari H tinggal urusan dirinya sama Tuhan, semoga dosa tidak menghalangi, semoga pertolongan-Nya dekat, semoga banyak doa menyebut namanya untuk kejadian hari itu.
Begitu pun saya. Kelima kalinya pakai baju yang sama buat sooc*, beruasaha terlihat rapi untuk melembutkan hati penguji, tak henti-henti mendekat pada pemilik hari, pemilik hati dosen, penentu takdir, pemegang segala kehendak, termasuk urusan hasil saat itu.
Saya sangat percaya dengan surat Muhammad ayat 7.
Kemudian setelah hari itu, rasanya semua beban sudah lepas, semua ujian sudah selesai, merasa lega telah melewatinya setidaknya untuk enam bulan kedepan. Melewati fase yang sama kembali. Janji awal semester, terlena dengan kesibukan, panik dan stres dengan threshold yang lebih tinggi. Tidak menjadi masalah, karena kemudian janjinya bukan wacana, kesibukannya jelas dan bukan hedon hedonan sok sok an semata, threshold lebih tinggi karena sudah terbiasa dengan persiapan yang matang. Asal inget Allah nya ga tiap enam bulan sekali aja.
Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar