Langsung ke konten utama

52 MR: 8. Sekolah

Dokter penanggungjawab isipku, saat evaluasi, memotivasi kami untuk sekolah lagi. Kurang lebih mengatakan, "ya beginilah kalau jadi dokter umum di rumah sakit daerah. Kamu kerja di igd, kalau malam plus bertanggungjawab seluruh bangsal. Gak enak kan? Makanya sekolah lagi, atau kau menjajaki ke kursi direktur,"

Yap. Aku yang masih isip pun merasa begitu. Keadaan dua bulan ini saja sudah mulai memicu keinginanku untuk lanjut sekolah, apakah itu klinisi atau bukan. Padahal, saat koas, aku sempet berpikiran untuk, "ah yaudah jadi dokter umum aja." Rasanya depresi mau sekolah lagi (bukan berhenti menuntut ilmu, ya, sebab belajar kan gak harus dari sekolah). Kalau sekolah lagi, aku harus mengulang rutinitas kepaniteraanku dengan durasi yang lebih lama dan tekanan yang lebih besar pastinya. Apalagi usiaku semakin bertambah angkanya yang berarti permasalahan hidup dan kehidupan akan mulai bergeser. Jadi ingat waktu sked dan koas dulu, berkali-kali aku dan teman-teman bilang, "cape aku, nikahin aja," seolah-olah nikah adalah solusi dari ke-cape-an kami dan padahal aku yakin bahwa di lubuk hati yang terdalam sudah muncul benih-benih cinta atas rutinitas profesi ini. Cape itu hanya serangan akut ketika tekanan datang beruntun dan kami hanya butuh jeda bernafas. 

Cerita sekolah kedokteranku memang penuh dengan 'keluhan'. Aku baru menyadari bahwa ternyata saat kuliah aku lebih banyak mengeluh dibanding saat sekolah menengah. Kenapa ya? Apakah ternyata ini bukan passionku? *wkwkwk alay* Sayangnya aku sudah harus berenang dan belajar menyelam.

Berkali-kali bincang dengan dokter umum disini, lalu spesialis, semuanya menanyakan dan memotivasi agar kami dek isip isip ini sekolah lagi. Dahulu juga setellah lulus dan sebelum berangkat isip, bapak secara verbal menyuruhku agar lanjut sekolah lagi, dan begitu menentang ketika aku bertanya, "kalau teteh gak sekolah lagi gimana?". Baru nanya loh padahal. 

Menarik nafas, dan yang harus kulakukan adalah, kembali kepada titik awal, mengecek niat dan tujuan. Apa tujuanmu sekolah lagi? Gelar? Gaji yang lebih besar? Gak mau cape? Atau apa?

Sekarang masih dalam tahap merekonstruksi kembali niat dan tujuan itu. Meluruskan kembali, karena itu sangat penting. Ketika niat ingin sekolah lagi sudah ada (yang dulu sempat menghilang) lalu lingkungan pun mendukung, maka aku harus meluruskan kembali segalanya. Agar kemudian, siap mengambil tanggungjawabnya juga, siap mengambil risikonya juga, termasuk risiko cape yang lebih-lebih. Termasuk tekanan yang lebih-lebih. dan risiko-risko lain yang pasti lebih-lebih. Jadi gak banyak mengeluh. Oh mungkin ternyata, ada niat-niat dan motivasi-motivasi yang tidak lurus dulu saat aku memilih dan menjalani perkulihan di kedokteran yang menyebabkan seringnya aku mengeluh. 

Tapi sejauh ini, aku merasakan banyak manfaat dari sekolah selain daripada ilmu. Banyak banyak banyak banget. yang harusnya menjadikanku tidak ada alasan untuk mengeluh.

Bismillah..
Setelah niat sudah ada, kemudian bersama motivasi keduanya sudah lurus, tinggal menentukan sekolah mana yang akan kuambil. (Btw aku gak pernah bilang bahwa aku akan pilih kedokteran/ilmu kesehatan lagi, siapa tau aku sekolah di bidang lain). 

Hadi, masih menyusun kepingan puzzle, setelah seperenam jalan di kota mojo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Students Day

6 September 2012, Unpad Ada student day. Ngapain? Ya, ga jelas , pamer UKM, parade fakultas, yang penting sih ketemu temen temen 20, temen temen smp. Hadi kaya anak ayam panda kehilangan induk. bukan, maksudnya ngebaur aja sama fakultas lain. Ke stand-stand bareng ifa sama temen-temennya (faperta), yang temen temennya ternyata sangat ingin masuk fk, dan sindrom itu muncul lagi di kepala. Ketemu temen-temen smp, ifa, pipah, aizzah, qonita, andra, ketemu sama temen-temen dua puluh, sama ichwan, sama endo, sama temennya yang aku kira kevin, sama novi, sama achmad yang ternyata satu fakultas sama andra, ketemunya bareng dan sama-sama manggil, terus pada pa pelong-pelong gitu mereka, manggil orang yang sama, haha, ga ngerti ah. Ketemu sama franklin sama sofah, cerita banyak. malah ngerasa jadi curcol sama mereka about what happen with hadi in FK. Terus cerita kalau mereka udah ketemu sama kakak hadi. dan berita sudah menyebar luas. Yang bodor itu ketemu sama kakak sendiri, tapi g...

Buket Bunga dan Alamat E-mail

Hei, ada yang tau cara merawat bunga tanpa akar itu? Iya, ini pertama kalinya aku dapat buket bunga :3. dari siapa? Ehm ehm tebak. Biasanya, di kampus kalau ada event sesuatu fakultas berubah jadi pasar. Mendanus everywhere, termasuk danus bunga. Jadi, kita bisa pesan bunga untuk dikasih ke seseorang sambil dikasih pesan, dan nama kita bisa dirahasiakan. Terus? Gapapa. Aku cuma mau bilang, bunganya bukan dari danus tsb. Mau ngirim bunga ke siapa emang dan siapa yang mau ngirim bunga ke hadi? Bisa aja sih, buat roomate gitu. Tapi, mendingan dibeli danus makanan kan uangnya ... Terus, bunganya? Apakah bunga ini dikirim lewat e-mail seperti judul di atas..?  Ya kali. Bermula dari semua keacuhan. Selain berubah jadi pasar, saat-saat lecture adalah saat yang tepat untuk publikasi dan juga oprec lalala. Nah, saat itu pendkesma lagi muterin oprec lomba Padjadaran Berprestasi Summit.  Ada 7 mata lomba disana. Nah, si aku ini iseng aja nulis, jadi engganya ikut gimana nt...

Terlahir (terlatih) bisa Fisika

Kalau dipikir fisika itu ga ada gunanya. Eh, lebih tepatnya, ga nyata dalam kehidupan sehari-hari. Buat apa kita mengukur volume batu? Menghitung gaya normal si batu, lalu sudut elevasi yang tepat agar batu itu bisa dilempar lalu jatuh berada pada jarak 1m dari sisi sungai, lalu sesuai gaya archimedes, batu menggantikan volume air yang loncat sesuai dengan volume yang tercelupnya, lalu kemudian tenggelam dengan percepatan dan kecepatan tertentu, dipengaruhi oleh gaya gesek dengan air? Kalau dibilang buat digunakan sehari-hari, sepertinya gak usah belajar secara teoritis, nyatanya, kegiatan yang berhubungan dengan fisika itu adalah kegiatan yang terlatih, bukan terdidik. Tukang bangunan, terlatih bisa menerapkan fisika. Dia tahu kecepatan awal yang tepat agar batu bata yang dia lempar pada kawan diatasnya bisa menangkapnya. Temannya yang diatas juga sudah bisa memperkirakan pada detik ke berapa dia harus menangkap setelah kawannya melempar. Pemain bola basket juga sudah bisa memperkir...