Sedih sekali rasanya sudah lama tidak menulis, apapun. Bahkan
untuk nulis curhatan ringan garing di blog kaya gini aja udah lama sekali. Yang
biasanya sebulan bisa minimal nulis 4 posting, sekarang 4 bulan sekali. Berasa
tumpul sekali kemampuan menulis saya. Saya baru sadar, saya bahkan nulis
sembilan minggu keempat ini saat udah masuk minggu ke 2 sembilan minggu kelima.
Karena udah expired 2 minggu, saya jadi lupa hal-hal seru
apa saja yang mau saya ceritakan tentang kehidupan sembilan minggu keempat itu.
Jadi, saya cerita yang seingat saja, ya.
Sembilan minggu keempat saya masuk stase IKM (Ilmu Keshatan
Masyarakat) dan Kedokteran Keluarga/ Family Medicine (Famed), which is saya “dines”
di puskesmas. Rasanya bahagia saya bisa keluar dari rs*hs, walaupun saya gak
begitu suka juga kerjaan puskesmas. Waktu itu saya kebagian di puskesmas
Sindangjaya untuk IKM dan Pagarsih untuk Famed.
Hampir, hampir semua orang yang udah lewat 2 stase ini
bilang, “jangan bilang mau jadi MKM kalau belum lewat ikm!” dan “gue gak mau
jadi DLP”. Wah, sama dong. Dua kalimat denotasi negative dari orang-orang yang
udah lewat 2 stase ini. Stase yang paling bisa bikin nangis setelah tht
(katanya), yang dengan semudah mengedipkan mata bisa saja menidakluluskan koas
disaat stase sekelas IPD saja mati-matian ngelulusin koas.
Dan, benar saja. diriku juga tidak mau jadi MKM dan DLP
setelah masuk 2 stase ini, tapi GUE SUKA BANGET ILMUNYA. Apalagi IKM. Ngurusin
kesehatan masyarakat tuh keren banget. Kaya lihat dunia kesehatan dari atas
awan. Ilmu famed juga holistic, karena memanusiakan pasien. Tapi membuat saya
jadi gamau terjun kesana. Bukan karena pandangan yang masih miring tentang
dokter layanan primer ataupun ilmu preventive medicine yang masih sedikit
peminat. Justru karena itu saya mau menyelami 2 ilmu ini. Tapi sayang aja,
kalau Cuma menyelami 2 ilmu ini. Kebanyakan ahli kesehatan masyarakat gak tau
gimana susahnya keluar dari lingkaran setan kesehatan, gimana sedihnya nanganin
pasien bpjs, gimana menderitanya dokter-dokter yang jadi ujung tombak, tapi
disatu sisi klinisi juga gak tau gimana susahnya bikin lingkaran malaikat dan
menyatukan semua ide serta melawan kepentingan kepentingan yang gak penting. Karena ga berarti dengan menyelami 2 ilmu ini
cita-cita jadi klinisi pupus. Ya, walaupun gak tau juga nantinya kalau ternyata
takdir benar-benar membawa saya harus jadi seorang MKM hahaha.
Yang bikin suka dengan ilmu kesehatan masyarakat karena ini
berbicara masalah kemaslahatan umat. Politik dan ideologi, 2 ilmu yang memperngaruhi
kesehatan individu dan masyarakat. Dua ilmu yang saya suka banget kalau
ngeliatin ngedengerin dan diajakin diskusi masalah beginian walaupun ilmunya
masih jauh di dalam palung laut. Bukan mau sok-sokan jadi politisi dan
komentator. Tapi keren ajaa.. yhaaa salah fokus deh wkwk.
Well, dulu… dulu… waktu masih aktif di profhubal, saya amat
disayangkan sama temen-temen karena gak ikutan ngewawancara salah seorang
dokter keren. Dokter tersebut adalah satu-satunya dokter dari Indonesia, alumni
unpad, yang jadi kandidat PhD dari Harvard. Waktu itu, beliau lagi pulang dan
kebetulan saya juga ada kegiatan yang gak bisa ditinggal sehingga saya Cuma bisa
lihat fotonya aja dan kepoin facebooknya disaat orang-orang menggali pengalaman
hidup beliau. tapi menurutku, ada hal yang lebih penting dari pada tahu pengalaman
hidup orang sukses, yaitu mengetahui pemikiran beliau. dan saya dapatkan itu
saat di ikm karena Allah mempertemukan saya untuk jadi anak perseptorannya pas
stase IKM. Memang da best rencana Nya.
Selain itu saya juga jadi makin deket sama teman-teman
kelompok 5. Hamdalah.
Cerita ujian juga gak pernah kehilangan tempat. Apalagi pas
ujian famed. Sebelum ujiannya aja hamba harus diuji dulu dengan ban yang
tiba-tiba meletus di jalan. Gimana gak dek-dekan takut telat ujian dan gak
lulus karena ban, kan sedih. Setelah berhasil melewati ujian itu, harus diuji
lagi dengan bersabar nungguin pengujinya selesai dengan urusannya, sampai jadi
orang terakhir yang diuji. Apalagi diujinya sama ‘dewa langit’ ikm. Eh ternyata
pengujinya diganti, dan bukan oleh dokter yang lebih baik sih, tapi sama sama
dewa langit ikm yang angka mortalitasnya tinggi (re: banyak menidakluluskan
koas).
Dengan berhasilnya melewati 2 stase penih drama dan prahara
rumah tangga, akhirnya setengah perjalanan koas saya seudah lewat. Terharu. Bersyukur.
Saya masih hidup sampai detik ini dengan pengaharapan-pengharapan. Saya tahu,
betapa saya dan teman-teman punya ujian masing-masing yang harus dilewati saat
koas. Betapa banyak keringat, cerita, dan keputus-asaan yang harus dilewati. Tapi,
ngelihat kakak-kakak tingkat kami yang lulus saat kami stase ini, kami jadi
semangat. Bisa kok, bisa. Kakak-kakak kami buktinya. Pingin segera pasang wajah
bahagia seperti yang mereka punya.
“Had, 38 minggu lagi kamu giliran kamu!” antara sedih gak
koas lagi (bohong), bahagia karena garis finish terlihat, takut gak lulus karena
batu sandungan, ataupun khawatir karena sebentar lagi jadi dokter tapi masih
banyak begonya. Gak papa. Biarkan perjalanan koas ini yang menjawab “had, 38
minggu lagi giliran kamu”.
Dan sekarang, jadi 37 -36 minggu lagi.
Komentar
Posting Komentar