Dibanding sebelumnya, 9 minggu kedua ini cape-pe-pe-pe banget
Kalau bedah kemarin capenya karena adaptasi, kali ini udah cape karena rotasinya paling banyak, cape emosi juga :”.
Sembilan minggu ini, saya rotasi di stase mata, gigi mulut, nuklir, rehab medik, dan THT. Kalau stase besar bedah kemarin cape jaga, kali ini capenya karena materinya otomatis banyak, dan ujiannya pun berkali-kali hehe.
Rotasi saya sehabis bedah adalah mata. Setidaknya, saya bisa bernafas lebih panjang karena ga ada jaga dan bisa keluar rs*hs. Rasanya kaya sebagian surga dunia keluar dari rs*hs tuh :”
Di stase mata, saya beraktivitas di Cicendo. Rumah sakitnya bagus banget! Ruang OK (ruang operasi) nya bersih dan rapi gak kaya di rumah sakit tetangga :P. Walaupun gedung pendidikannya saat saya lagi stase lagi direnov. Hal yang bikin bahagia lagi adalah, saya merasakan kekuatan dari kata “koas” yang selama ini kosakata itu adalah kosakata paling hina. Ia sangat berharga untuk bikers seperti saya, yang membuat saya cukup bayar parkir 2k saja setiap harinya (yang harusnya bayar 7,5k). dan alhamdulillah temen2 stase nya mendukung, walau tense belajarnya tinggi sekali yang buat setiap orang yg gak belajar jadi sangat insecure.
Sejujurnya, 3 minggu di mata cape. Datang jam 7 pulang jam setengah 4, kaya sekolah. Ya tapi gak ada yang ga cape sih. “kalau kau tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka siap-siap menanggung perihnya kebodohan.” Kata2 imam syafi’i itu yang nempel banget di stase mata. Alhasil, saya jadi koas insyaf, yang rajin nyatet (walau pada akhirnya catetannya masih ada yang belum beres juga wkwkwkw). Walau setiap malam saya gak bisa belajar karena kecapean terus, alhamdulillah semuanya berjalan dengan baik.
Alhamdulillah lagi dapet 2 perseptor yang baik, yang dari beliau saya dapat resep kacamata baru :” dan dapet pengujinya juga baik :”. Suasana seperti ini benar-benar mendukung untuk belajar (untuk tipikal belajar seperti saya). Tidak ada ketegangan (kecuali kamu mendapatkan penguji dokter yang tidak usah saya sebut namanya disini). Saya merasakan feel jadi seorang dokter walau pas giliran ditanya, “apakah kamu merasa puas?” saya bilang,”belum”
When examining a patient with severe bleeding, or more specifically, catching sight of a senior doctor’s accurate judgment in his field of expertise and his swift ligature skills, the fellowship members become dazed from realizing their own inexperience. Then the next thought follows. “ Is this really me?” “No, it is not. I want to believe it is not me. But, to begin with, what was the real me?”
3 minggu di mata, membuat saya memasukkan ilmu kesehatan mata sebagai salah satu stase di daftar pilihan residensi saya kelak (amin) yang akan saya pertimbangkan. Ketika gimana rasanya kamu bisa membantu seseorang yang tadinya tidak bisa melihat jadi bisa melihat indahnya dunia yang diciptakan Tuhan. Masya Allah :”
Stase mata kami tutup dengan makan2 di gombal asap. Kami rela ga makan siang karena nungguin janji palsu judicium sebelum jumatan. Overall berakhir bahagia. Semoga feel bagus kaya gini tetep ada sampai akhir koas hadi
***
Sayangnya, feel bagus itu ga bertahan lama. Masuk gimul saya mulai lari ngos-ngosan. Hafalan banget. Tiap hari ga tenang. Terlalu banyak dituntut dan “dimaki” haha. Tapi alhamdulillah ujiannya lancar.
Di nuklir ga banyak cerita sih. Perseptornya baik banget. Tau-taunya setelah beres jadi perseptor kami, beliau pindah RS, dan langsung jadi direktur disana. Eh pas kita jejaring disana ketemu beliau dan beliau masih ingat dengan kami :”). Saya sejujurnya gak banyak ngerti sih sama kedokteran nuklir. Sempet tertarik, tapi gak jadi. Nuklir banyak terpapar sama radiasi. Tapi kelihatannya gagah gitu, spesialis kedokteran nuklir, padahal gak main bom sama sekali. Karena tuntutan untuk dokter umum di bidang ini pun gak banyak, saya kebawa santai. Tetep aja pas ujian lisan ketahuan bego nya.
Setelah nuklir, saya lewat rehab medik, stase ter’primitif’. Gak ada sinyal samsek disini. Koas juga ditaro di gudang. Ilmunya abstrak buat saya. Tapi komprehensif, sesuatu yang saya suka. Sempet guntreng sama residen nya dan diancem gak lulus gara-gara kita istirahat sebelum waktunya haha. Rasanya sial aja gitu, disaat kelompok orang lain hari kamis udah tau besok mau ujian apa, lah saya dan teman-teman masih digantung statusnya. Alhamdulillah ujiannya bisa.
***
Nah ini, stase terberat di 9 minggu kedua: THT. Sampai saya gak yakin, akankah saya survive di tht sampai akhir?
Stase yang berhasil bikin saya nangis (lagi)
Saya gak akan banyak cerita disini. Yang jelas, ketika saya berpapasan sama teman-teman dari stase lain, lalu mereka bertanya saya sedang stase apa, dan saya jawab THT, respon mereka pada umumnya sama, “wah, sabar ya tht nya pas Ramadhan”. Iya sih, ujian kesabaran banget nget nget. Sabar mengahadapai tuntutan yang banyak, mengahadapi residen, pasien, konsulen, hingga temen sendiri. Harus sabar. Guntreng sana sini. Semua orang mempertahankan dirinya masing-masing dengan defense mechanism nya masing-masing, egoislah semua. Ah pokoknya semua orang dari koas, residen sampai konsulen terlihat reaktif menurut saya.
Sampai koas gak ada beda sama pekarya. Rasanya kaya diskriminasi lagi, saat kata orang-orang yang udah tht bilang mereka udah bisa nyiapin ujian dan dibimbing residen dari minggu kedua, saya bahkan hingga detik ujian pun gak dapet bimbingan sama sekali. Tau ujian aja ngedadak. Untung dokter pengujinya baik banget, lagi-lagi ketauan begonya saya :”).
Entah ga fokus atau gimana, saya rasanya susah banget belajar pas satase ini. Catetan ga kelar-kelar. Semua mengandalkan ingatan jangka pendek saya yang lemah. Walau saya gasuka dengan sistem tanda tangannya, tapi justru karena itulah saya jadi harus belajar langsung ke pasien. Pengalaman langsung itulah yang justru buat saya ingat.
Dan karena bertepatan dengan Ramadhan, walau jadi ga fokus sana sini, tapi merekalah yang selalu bikin aku ingat, "karena kamu hidup di dunia, Had." Setiap orang punya obstacle nya masing-masing.
Iya, saya sadar hidup di koas ini akan menunjukkan diri kamu dan diri teman-temanmu yang sesungguhnya. Akan menunjukkan temen kamu yang bener-bener temen itu yang mana. Akan menunjukkan sifat asli semua orang. Akan menunjukkan bahwa pasti akan ada yang gak suka sama kamu. Akan menunjukkan bahwa pasti setiap orang itu ada gossip nya. Akan menunjukkan bahwa keberadaan kamu yang seharusnya itu dimana.
Saya baru sadar dan rasa, seperti ini ya hidup koas. Selalu salah, tapi ga boleh salah. Ga boleh cape, ga boleh sakit, tapi katanya boleh mati. Versi lebay.
"Dok, prof, koas itu Cuma butuh satu hal: perhatian."
-kata seorang teman
So, jawaban dari pertanyaan judul di atas: Yes, I can! And I will
Komentar
Posting Komentar