Langsung ke konten utama

Menyayangi Ramadhan

Bismillah

Sudah lama sekali tidak menengok tempat ini. Tempat biasanya menulis dan curhat ga penting. Tempat terakhir ketika hal-hal tertentu tidak bisa diungkapkan secara langsung dengan lidah. Tapi tidak bisa disimpan dan bahkan ditelan. Sudah lama juga tidak melihat dunia maya. Hai maya!

Kalau saat kembali ke realita kehidupan nanti (re:kampus) lalu ditanya apa yang dilakukan selama liburan dan Ramadhan, saya akan jawab: balas dendam. Atas hal-hal yang tidak bisa saya lakukan dengan focus selama kuliah, salah satunya tidur senyaman-nyamannya. Mungkin saya salah, karena selalu menganggap dunia ini kotak dan berkamar-kamar. Ketika harus menjadikannya satu dengan memecah tembok diantara ruang namun belum mampu, lalu untuk melakukannya saya harus mengambil salah satu sisi tapi kemudian saya berdiri di tengah keduanya. Aneh. Mengapa saya mengaggapnya berbeda?

Ibarat memancing, analogi Ramadhan 2 tahun lalu bagai menangkap kakap, Ramadhan tahun kemarin  mengumpulkan teri emas, Ramadhan tahun ini belum diputuskan untuk mengambil analogi apa. Saya disuruh memancing,  tapi kali ini ga dapat ikan. Mungkin lebih tepatnya, kali ini saya mendapat pancingan yang lebih keren. Seumur hidup, ramadhan tahun ini yang paling berkesan. Dalam tanda kutip pun paling berat.

Setelah merasa puas dengan IPK yang didapat walau tidak sedap dipandang mata, saya memutuskan untuk menghilang dari peredaran jatinangor. Toh memang sudah direncanakan, walau sebenarnya saat itu saya sempat galau untuk ikutan asistensi atau engga, pada akhirnya saya memutuskan untuk muntaber. Saya memutuskan untuk tidak banyak terlibat di kegiatan ospek, memutar hampir 180 derajat dengan kegiatan tahun lalu, berkebalikan dengan kakak saya yang saya baru tahu ternyata beliau jadi ketua ospek di kampusnya. Good luck!

Menyadari bahwa sekarang saya sudah ada di tingkat ketiga, membuat saya punya adik dua angkatan. Membuat saya menyadari bahwa saya sudah tua. Tapi entah sudah dewasa atau belum. Hingga Allah kemudian menjawabnya dengan bulan Ramadhan.

Bulan Ramadhan membuat saya hadir di tengah kumpulan manusia-manusia yang Allah titipkan untuk bercerita dalam kehidupan saya. Bagaimana rasanya menjadi salah satu sosok yang dituakan, kemudian berusaha menjadi bagian dari adik-adik saya.  Saling berbagi, tidak hanya makan dan tempat tidur, tapi juga masa dan semangat muda. Mengingat dahulu saya yang melihat punggung kakak-kakak dan orang tua kami, kemudian sekarang saya menjadi orang yang dilihat dari belakang. Dilihat bagaimana cara saya berjalan untuk kemudian ditiru. Yang saya takut ketika saya memberikan contoh yang salah pada adik-adik saya. Intinya kerasa banget rasanya menjadi orang yang dituakan, termasuk oleh orang yang lebih tua.

Mulai dari harga diri akhwat yang jatuh berkali-kali, menunjukan umur yang berkurang belum diiringi kedewasaan. Bagaimana memberikan pengertian kepada adik-adik tentang banyak hal, padahal disatu sisi saya sendiri butuh diberi pengertian. Bagaimana menjaga perasaan diri sendiri dan juga perasaan orang lain, ketika bercanda sudah biasa tapi di satu sisi bisa jadi bom waktu. Apalagi saat pengumuman SBMPTN. Saat itu, adik-adik saya belum ada yang diterima lewat SNMPTN. Dalam kondisi yang gelap ditemani lilin, kami menangis. Saya menangis dalam hati. Saya tidak pernah melewati masa sulit seperti mereka, karena saya mengalami masa sulit saya sendiri. Saat itu, saya benar-benar mengkhawatirkan masa depan mereka, baik yang sudah diterima maupun belum untuk kemudian memiliki jalan hidupnya masing-masing. Tidak, jalan hidup kami sama. Saya saat itu mengkhawatirkan masa depan, akankah kami berjalan sampai ujung?

Dalam kondisi yang semerod-merodnya menghadapi manusia, tapi harus bisa meng-haridh-kan teman-teman yang lain. Belajar menghadapi keberagaman manusia dengan sifat-sifatnya. Mempelajari seni kehidupan. Saya tidak pandai dalam hal ini. Tapi Allah mendatangkannya.

Kemudian melewati masa berkesan lainnya. Mengelilingi Bandung dengan motor pertamax yang bahkan cara buka joknya aja gatau, sehingga berwajah premium *da aku mah apa atuh*. Telat ke panti asuhan, buka dalam perjalanan. Mungkin bisa dihitung dengan jari berapa kali buka dan sahur di rumah, walau saya tidak menghitungnya. Justru dengan begitu, membuat saya semakin dekat dengan adik-adik saya, mensyukuri punya banyak adik yang baik, mungkin begitulah mendewasakan mereka. Seperti kakak-kakak dan orangtua mendewasakan saya.

Memaknai 10 hari pertama yang mendapat rahmat, 10 hari kedua yang mendapat ampunan, 10 hari ketiga yang bebas dari api neraka. Memaknai shaum yang mengakselerasi orang beriman menjadi muttaqin. Memaknai bagaimana Rasulullah mengkader sahabatnya yang siap berperang di bulan Ramadhan. Memaknai takbiran dan kemenangan idul fitri. Memaknai min al aidin wa al faizin. Memaknai syawal sebagai bulan peningkatan. Membuatnya menjadi “berat” karena makna. Karena saya takut apa yang saya lakukan saat Ramadhan hari ini dan kemarin ternyata di mata Allah hanyalah tepukan dan siulan belaka. 

Ramadhan yang mendewasakan saya, teman-teman, dan adik-adik saya. Walau harus kehilangan sebagian yang membuat sedih saat kami membuka album, semoga Allah menggantinya dengan mereka yang lebih baik. Terima kasih telah menghadirkan mereka dalam hidup saya. Senang berada di antara mereka, sangat. Kalau boleh, ingin Ramadhannya lebih diperpanjang untuk menikmati rasa syukur, untuk memperbanyak lipatan pahala lagi, untuk memperbaiki kesalahan bulan-bulan sebelumnya, untuk melakukan banyak hal yang belum sempat saya lakukan, untuk menempa diri lagi, dan tentu saja membuat liburannya lebih lama. Menjadi PR tersendiri menghadapi mereka. Untuk membuat mereka melebihi apa yang pernah saya lakukan. Seperti orangtua kita yang menginginkan generasi yang lebih baik. Semoga Allah menyampaikan kita pada Ramadhan selanjutnya.

Wallahu a'lam

Dan perlu waktu lebih untuk meringkas ini semua. Apa yang dirasa saat ini adalah saya tidak mau kembali ke kehidupan kampus. Tolong disadarkan orang-orang seperti saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Students Day

6 September 2012, Unpad Ada student day. Ngapain? Ya, ga jelas , pamer UKM, parade fakultas, yang penting sih ketemu temen temen 20, temen temen smp. Hadi kaya anak ayam panda kehilangan induk. bukan, maksudnya ngebaur aja sama fakultas lain. Ke stand-stand bareng ifa sama temen-temennya (faperta), yang temen temennya ternyata sangat ingin masuk fk, dan sindrom itu muncul lagi di kepala. Ketemu temen-temen smp, ifa, pipah, aizzah, qonita, andra, ketemu sama temen-temen dua puluh, sama ichwan, sama endo, sama temennya yang aku kira kevin, sama novi, sama achmad yang ternyata satu fakultas sama andra, ketemunya bareng dan sama-sama manggil, terus pada pa pelong-pelong gitu mereka, manggil orang yang sama, haha, ga ngerti ah. Ketemu sama franklin sama sofah, cerita banyak. malah ngerasa jadi curcol sama mereka about what happen with hadi in FK. Terus cerita kalau mereka udah ketemu sama kakak hadi. dan berita sudah menyebar luas. Yang bodor itu ketemu sama kakak sendiri, tapi g...

Buket Bunga dan Alamat E-mail

Hei, ada yang tau cara merawat bunga tanpa akar itu? Iya, ini pertama kalinya aku dapat buket bunga :3. dari siapa? Ehm ehm tebak. Biasanya, di kampus kalau ada event sesuatu fakultas berubah jadi pasar. Mendanus everywhere, termasuk danus bunga. Jadi, kita bisa pesan bunga untuk dikasih ke seseorang sambil dikasih pesan, dan nama kita bisa dirahasiakan. Terus? Gapapa. Aku cuma mau bilang, bunganya bukan dari danus tsb. Mau ngirim bunga ke siapa emang dan siapa yang mau ngirim bunga ke hadi? Bisa aja sih, buat roomate gitu. Tapi, mendingan dibeli danus makanan kan uangnya ... Terus, bunganya? Apakah bunga ini dikirim lewat e-mail seperti judul di atas..?  Ya kali. Bermula dari semua keacuhan. Selain berubah jadi pasar, saat-saat lecture adalah saat yang tepat untuk publikasi dan juga oprec lalala. Nah, saat itu pendkesma lagi muterin oprec lomba Padjadaran Berprestasi Summit.  Ada 7 mata lomba disana. Nah, si aku ini iseng aja nulis, jadi engganya ikut gimana nt...

Terlahir (terlatih) bisa Fisika

Kalau dipikir fisika itu ga ada gunanya. Eh, lebih tepatnya, ga nyata dalam kehidupan sehari-hari. Buat apa kita mengukur volume batu? Menghitung gaya normal si batu, lalu sudut elevasi yang tepat agar batu itu bisa dilempar lalu jatuh berada pada jarak 1m dari sisi sungai, lalu sesuai gaya archimedes, batu menggantikan volume air yang loncat sesuai dengan volume yang tercelupnya, lalu kemudian tenggelam dengan percepatan dan kecepatan tertentu, dipengaruhi oleh gaya gesek dengan air? Kalau dibilang buat digunakan sehari-hari, sepertinya gak usah belajar secara teoritis, nyatanya, kegiatan yang berhubungan dengan fisika itu adalah kegiatan yang terlatih, bukan terdidik. Tukang bangunan, terlatih bisa menerapkan fisika. Dia tahu kecepatan awal yang tepat agar batu bata yang dia lempar pada kawan diatasnya bisa menangkapnya. Temannya yang diatas juga sudah bisa memperkirakan pada detik ke berapa dia harus menangkap setelah kawannya melempar. Pemain bola basket juga sudah bisa memperkir...