Banyak hal yang tidak bisa ditangkap oleh panca indra manusia yang serba terbatas diciptakan. Hal-hal yang diluar keterbatasannya akan sulit diterima oleh logika berfikirnya. Kita mengenal istilah delusi, halusinasi, sampai gila berkenaan dengan hal ini.
Apa yang membuat manusia bisa melihat, mendengar, merasa, diluar batasnya adalah kepercayaan. Islam mengajarkan iman kepada hal-hal yang ghaib, hal-hal yang tidak bisa disentuh oleh ruang manusia. Allah, malaikat, surga dan neraka, sampai bisyarah rasul.
Gelar ash-shidiq yang disematkan pada nama Abu Bakar ra adalah karena "kemampuan" ini. Isra Mi'raj bukanlah hal yang mampu dinalar oleh keterbatasan manusia. Maka wajar bila gelar Rasul dari Al-Amin berubah jadi Al-majnun. Kalau saya bilang saya tadi baru terbang ke langit ke tujuh, itu baru waham (perlu digaris bawahi juga kepercayaanny). Oleh karenanya, menerima Islam tidak hanya bisa dengan logika. Ia diterima pada mereka yang mau berfikir. Berfikir dan membuatnya menjadi lemah dihadapan Tuhan-Nya karena menyadari keterbatasannya.
Ya, menyadari keterbatasannya. Seharusnya manusia tau apa pekerjaannya: berusaha. Dan tidak boleh mencampuri pekerjaan Allah, karena tidak akan pernah bisa. Kalau kata-kata quotes nya sih "do the best and let God do the rest"
Wallaahu a'lam
*tulisan yang ditulis karena masih dalam fase denial tentang sooca yang tinggal 7 hari lagi*
Komentar
Posting Komentar