Rupanya sudah cukup lama yaa tidak menulis dibandingkan
dengan bulan-bulan sebelumnya. Sudah sebulan, lebih. Sebulan ramadhan, lebihnya
liburan. Ramadhan sudah selesai? Liburan sebentar lagi dong, #ehh.
Sebulan juga kayanya mengansos dari kehidupan 11 bulan
sebelumnya. Sebulan juga ga jumpa nangor beserta isi dan orang-orangnya. Terkadang
atau memang seperti itu, sebulan ramadhan suka dijadikan momen bertapa dari
kehidupan hectic kampus sama dosen Unpad buat mahasiswa tingkat awal. Terkecuali
para aktivis dan mujahidin SP. Diluar itu, saya. Saya memilih bertapa aja.
Sudah ngelist apa yang akan saya lakukan 2 bulan full ini
dan juga semacam targetan, biar libur ga nyesel. Biar nanti ga rengek-rengek
minta libur. Eh apalah daya, Cuma wacana. Serius kayanya, harus buat cap ‘anti
wacana’ terus tiap targetan ama list dicap.
Sebulan kemarin beserta lebihnya benar-benar bulan penuh
darah, keringat, dan air mata.
Darah, ya, sekeluarga kaya keturunan uchiha terus bisa
ngebangkitin amaterasu, termasuk saya, alias berdarah. 2 minggu ramadhan sakit
mata itu ya, subhanallah. Mata yang seperti akan keluar dari tempatnya, perih,
belekan, sampai buram dan malas sekali untuk melihat. Padahal punya target
khatam quran, tamat baca api sejarah, seengganya start duluan belajar NBSS –curi
start mengingat kemampuan bahasa Inggris, eh malah jadi kejar setoran. Api sejarah
hanyalah api. Sejarah hanyalah sejarah. Bye. Semoga sakit 2 minggu itu menjadi
penggugur dosa, dan menjadi momen bersyukur, kalau penglihatan itu potensi,
kalau penglihatan itu akan dimintai pertanggungjawaban bersama pendengaran dan
hati.
Keringat, kumpulan kotoran dan garam-garamnya. Benar-benar
pembakaran, walau kayanya cuacanya ga sepanas tahun kemarin. Tetep saja, cape
mah ngeluarin keringat. Kadang ngeluh, padahal masih banyak yang lebih cape
dari apa yang kamu lakukan, Had. Ga pantas buat ngeluh.
Air mata. Sampai-sampai kayanya stoknya udah habis dan jadi
sakit mata –ga nyambung. Dari air mata sedih, kesel, terharu, sampai sakit
karena perih. Shock juga ada, tau tiba-tiba pak Toha penjual koran dan tali
sepatu setia di gerlam meninggal, tahu-tahu temen seangkatan ada yang udah
nikah #eh.
Ngelihat targetan kemarin, dan mengingat ini sudah malam
takbir, jadi ingin nangis saking kecewanya. Banyak yang tidak tercapai. Hanya saja,
saya ingat perkataan teman saya,
“Allah selalu punya cara untuk menempa hamba-Nya. Ga bisa dipukul sama rata. Setiap hamba punya treatment yang berbeda.”
Nah, setidaknya ramadhan ini ada yang saya dapat. Biarpun target
khatam mesti kejar setoran, target lainnya ga kecapai, target Z*S yang secara
kuantitas belum terpenuhi, yang intinya sepertinya menurun dari tahun
sebelumnya, atau banyak kegiatan yang tidak terlaksana, ada hal besar yang saya
dapat. Saya sebut namanya silaturahim akbar.
Silaturahim? Toh pada kenyataannya, banyak event silaturahim
yang diwujudkan dengan buka bersama yang tidak saya hadiri. Atau lebih tepatnya
memang saya tidak diiundang dan merasa diundang aja kayanya .-. . Seriously,
ramadhan ini saya gak ikut bukber apapun yang dimana saya harus mengeluarkan uang lebih dan mengorbankan
tarawih berjamaah di rumah. Saya pegang prinsip ibu: Setiap ramadhan kan
bukanya bareng, pas magrib. Siiip dehh bu.
Ya, jadi dibilang hal besar yang saya dapat silaturahim itu
antara iya dan engga. Masalahnya adalah sebulan kemarin saya ngansos dari
kehidupan kampus dan kehidupan normal anak kuliah lainnya. Berbagai sms minta
konfirmasi saya abaikan. Berbagai netmeet saya lupakan. Berbagai kumpul saya
acuhkan.
Terkadang, saya dan mungkin kita selalu lupa makna
silaturahim. Apakah ia hanya sekedar kumpul belaka, melepas rindu dan lama tak
jumpa itu? Berbagi cerita?
Silaturahim itu selalu digambarkan dengan tali, ikatan. Ya,
menyambung silaturahim adalah menyambung tali. Tali apa yang kita sambungkan? Ikatan
apa yang kita sambungkan? Saya selalu ingat teman-teman saya waktu SD, sudah lama
sekali tidak jumpa, tiba-tiba lepas kerudung, atau lebih parah, sudah pindah
agama. Who knows? Tidak ada yang bisa menjamin keistiqomahan kita sampai mati.
Itulah yang harus disambungkan, pemahaman kita, saling
mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran, juga meluruskan persepsi kita
masing-masing. Melepas buruk sangka terhadap kawan lama. dan semakin banyak teman kita, semakin banyak kenalan kita, semakin banyak yang harus disambungkan. Setidaknya itu menurut saya, dan hal yang saya dapat. Ketika
berkumpul, Ga hanya bergosip dan bernostalgia atau melepas rindu yang kadang
saat kumpul pun gatau ngapain. Semua pemahaman sudah disambungkan dan semua
persepsi buruk sudah lepas, insyaa Allah.
Bukan hanya itu, saya juga jadi terharu melihat keadaan
rumah. Mengingat dulu yang sama kakak dan adik selalu bertengkar, sekarang,
sudah mulai masuk masa dewasanya masing-masing. Dulu yang bilang terima kasih, maaf, dan tolong, aja gengsi, sekarang, ga ada lagi istilah menyuruh-nyuruh, tapi saling membantu. Walau bocah tetaplah bocah. Karena
kita tahu, dan setiap orang beserta Allah punya cara mendewasakan dirinya
masing-masing. Saya sangat penasaran, 5 sampai 10 tahun ke depan atau bahkan
tahun-tahun setelahnya, ketika saya sudah punya ponakan, ketika adik-adik saya sudah menyibukkan
dirinya masing-masing, dengan kegiatan positifnya masing-masing, sehingga nanti
berkumpul kembali, bersilaturahim kembali, dan mengingat masa bocah kita, lalu
mensyukurinya.
Mungkin ga semua target terpenuhi, tapi semoga, yang
dilakukan sebulan kemarin, membantu mengisi sanlat, amalan yaumi kelas teri,
dan shaum itu sendiri, bernilai di hadapan Allah, sebagai amal yang dengan
ramadhan jadi berkali lipat.
Saya ingat pesan kesan yang Muti sampaikan saat sanlat,
“Saya ingin teman-teman setelah ini, gak selesai begitu saja. Kita selalu ingat apa yang kita lakukan hari-hari kemarin, kita ingat tugas kita. Setelah ini, gak lupa begitu saja, dan justru jadi batu loncatan kita ke tahap selanjutnya. Kita ini teman, yuk saling merangkul, tidak saling mninggalkan,”
walau saya tahu, kata teman-teman disitu tidak termasuk saya, karena saya kakak kelasnya.
Juga pesan kesan yang Sabiq sampaikan,
“Kita sebagai generasi muda, akan menyempurnakan apa yang orang tua kita, generasi tua, lakukan dahulu, tidak akan mengecewakannya,”
Setiap ramadhan selalu ada surprise-nya tersendiri. tahun kemarin dapat kakap. Sekarang? tenggiri aja engga. Cuma teri kayanya, tapi teri emas semua :D
Mungkin hanya menurut saya saja judulnya nyambung sama isinya.
Tulisan yang tidak layak terbit. Yang saya rasakan, saat menjadi panitia, saat ramadhan ini, bahwa setiap orang punya nama, dan ada harapan
di dalamnya, termasuk nama saya sendiri. Ketika orang lupa dengan nama saya, ketika
orang sulit menyebut nama saya, ketika orang tahu nama saya, dan ketika orang
mengingat nama saya. Selalu ada beban untuk dipikul di dalamnya. Apalagi kalau sudah diperpanjang dengan gelar, kan?
yang katanya pencinta sanlat |
Selamat 1 Syawwal semuanya, selamat melanjutkan segala apa yang telah dipersiapkan selama ramadhan, apapun itu :)
tapi alhamdulillah,kan...
BalasHapusramadhan tahun ini memberikan ibrah untuk kita semua umumnya, dan saya pribadi khususnya...
semoga kita senantiasa istiqomah dlm menjalankan setiap tugas dan amanah yg tak pernah kunjung akhir...
ramadhan penuh cerita...
salut deh untuk KPS (Komunitas Pecinta Sanlat)...
ha"
satu lagi...
BalasHapusalhamdulillah,,mangekyo sharinggannya sudah lenyap...
woho iya Alhamdulillah.. aamiin..
BalasHapussemoga kita sampai ke ramadhan selanjutnya ya teh, biar gak sekedar cerita aja, tapi memperpanjang jejak kita :D