Suatu hari, pernah ikut workshop kepenulisan bersama Tere-Liye, yang mengarang karya Hafalan Shalat Delisa, membuat karya Rembulan Tenggelam di Wajahmu, yang menulis karya Daun yang Jatuh Tidak Membenci Angin ( maaf kalo salah yang ini), yang menghasilkan karya Ayahku (bukan) pembohong, dan karya laiiiinnnya.
Beliau bilang, menulis itu gak tiba-tiba bisa, bahwa menulis itu pekerjaan yang membutuhkan ketekunan tingkat tinggi. semakin sering dilatih akan semakin mahir.
Setiap orang bisa menulis. Itu kan keterampilan berbahasa. Tapi kekuatan sebuah tulisan tidak muncul langsung begitu saja.
Begitulah, apa yang aku ambil, bahwa menulis itu bisa dari mana saja, bisa tentang apa saja. yang dibutuhkan adalah amunisi menulis. Ya isi cerita, ya kosakata cerita. Dan yang akan membuat itu menarik adalah sudut pandang spesial.
Saking kuatnya sebuah tulisan, ia mampu menginspirasi, bahkan dapat menginvasi hingga toilet. Berbeda dengan televisi, yang juga punya pengaruh kuat, hanya saja dia belum menginvasi sampai toilet.
Bahwa itulah tulisan. Kekuatan tulisan dari seorang penulis berbeda, tergantung amunisi yang mereka tuang. Apakah menginspirasi, melemahkan, memanipulasi, atau bahkan mendoktrin.
" Teh, 3 orang temenku ada yang melanjutkan ke Pesantren Gontor hanya karena novel negeri 5 menara."
" Iya gitu? bisi bukan gara-gara itu,"
" Beneran, da aku juga tau awalnya mereka ga mau ngelanjutin ke pesantren,"
Mungkin, seperti itu kekuatannya.
Tidak hanya tulisan, diri dan jiwa pun harus punya kekuatan. Tidak usah besar, yang penting kuat. Allah suka hambanya yang kuat, walau dia diciptakan lemah. Harus basthatan fil ilmi wal jismi ( Al-Baqarah: 247)
Wallahua'lam
jadi kangen ngeblog setelah baca ini/hehehhe
BalasHapustulis yas sebelum menguap.
Hapusaku mah kangen masa TK SD -_-
kena peterpan syndrome juga lah kamu di..hehehee #lebay
Hapus