Kau tahu lah, setiap hari ku balapan dengan matahari. Setiap itu pula, aku curang, mendahului start balapan kami. Namun pada akhirnya, aku kalah, matahari sampai duluan di finishnya, kembali ke tempat semula, yang artinya perpindahan sama dengan nol, sementara aku, akibat curang jadi kalah. Lambat saat berbalik.
Dan lalu, aku ingat sesuatu. Teori kami, adalah teori yang tak beralasan, itulah alasannya. Kau lihat langit, lima menit setiap hari. Hanya untuk memberi waktu pada mata agar olah raga setelah lelah melihat baginya, kontinu. Bersenandunglah lagu itu, kagayaku hoshizora no shita, nani o mitsumete irun darou? Kau pasti tahu lah lagu itu, lalu aku menjawab, atap tanpa langit. Paling kokoh. Langit yang biru, tasku yang biru, jaket DKM yang biru, pita yang biru, dan asada ryutaro yang biru. Walau sebenarnya aku ingin sekali melihat bintang, tapi tak ada di siang hari.
Beromong-omong teori, aku ingat teori satu lagi, ialah teori jeruk manis. Sungguh tidak penting, tapi percaya saja lah, walau kau tahu ketika kau bertanya aku balik bertanya lagi, sampai kau cape dan aku bilang aku tak punya alasan.
Itu sebuah de javu. Aku ingin berbaring melihat langit, tapi punggung tak mau. Sejak kapan dia tak mau menuruti perintahku? Sejak aku menjadi indikator cuaca, entah dari kapan. Maka leherku berotasi, aku melihat pepohonan yang manis. Kau tahu lah, ini itu maksudnya bukan denotasi. Itu sinestesia, pertukaran indera.Tak mungkin manis dilihat. Lalu aku menghilangkan kota dalam sekejap, tentu kau harus percaya, karena setiap orang bisa melakukannya.
Maka, saat kota hilang, aku mendirikan sebuah bangunan yang disebut mimpi. Kau bisa lakukan yang kau mau. Begitu pun aku. Berfikir yang kau mau saat ini adalah lebih tepat daripada menggambar. Tapi, saat menggambar, aku akan berfikir lebih keras tentangku dalam mimpi ini. Namun, setelah kota kembali, itu tergantung padamu, tentang mimpimu dan mimpiku yang kembali atau tidak.
Maka, saat bersama kawan ialah yang bagus untuk berbagi. Senang ada orang yang mau mendengarkan. Tentu, mendengarkan juga baik. Baik bagimu, karena kau didengar. Saat itu ditegur, mungkin hawanya berbeda. Kesel, tapi kau tahu itu akan indah. Dan kau akan tahu lebih banyak hal tentang mereka, karena tanpa ditanya, akan bercerita kisahnya yang tak ada ujung. Mengapa? Karena masih berlanjut sampai saat ini, masih cerita sama aku.
Dan aku teringat dengan yang lain, aku ingin pergi ke mereka. Tapi aku ingat, kata fokus belajar itu berat. Karena bukan sekedar fokus, ini semesta fokus.
Dan mulailah kertas kertas dan pensil yang menemani, bersama otak yang berimajinasi tinggi ini. Kau tahu malam hari banyak gelombang elektromagnetik, mengapa? Saat ini, Indonesia sedang tidak mengahadap reaksi fisi, yang ada tetap langit warna gelap menemani. Padahal, aku merindukan langit indah. Itu ketika sekitar 4 tahun yang lalu, langit sore berwarna oren, merah muda, peach, ungu, bersatu. Atau langit 1 bulan yang lalu, ketika kau menghadap kiri, warnanya peach, ke kanan tosca, subhanallah.
Setelah puas tanpa obrolan, kau tahu itu tidak baik mendendam lebih dari 3 hari. Yang kami buat hanyalah perdebatan tanpa makna sehingga kalau dibiarkan akan tanpa ujung. Maka mulailah dari obrolan ringan, hingga kami sadar, memang beginilah adanya. Kalau berubah karena orang , gak akan ada kata benar, tapi kalau karena Allah, walau orang bilang engga, yang penting Allah bilang iya,
Kalau Allah suka aku engga
Kalau aku suka Allah engga
Allahu ‘ala kulli say in ‘alim, nafsii
Komentar
Posting Komentar